Wakil Bangsa Papua – Perumusan
Trias-Resolusi Pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua diwujudkan kedalam
tiga isu utama yaitu pertama masalah Perizinan yang masih dikuasai oleh
Pemerintah Pusat, kedua permasalahan kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia
yang dimonopoli oleh jaringan Pusat, dan ketiga permasalahan hilirisasi
pertambangan “Smelter” yang fokus pada kepentingan industrialisasi di Pulau
Jawa.
Saat ini melalui media nasional,
elit Jakarta berusaha mengalihkan pandangan publik nasional dan publik di Tanah
Papua, terkait klausul perpanjangan kontrak yang disepakati oleh Pemerintah
Pusat bersama pihak Freeport, melalui polemik kenaikan royalty yang seharusnya
di terima oleh Pemerintah. Pemerintah Pusat tidak sedang berniat untuk
membicarakan negosiasi royalty kepada pihak Freeport, karena target utama Pusat
adalah melengkapi kepemilikan saham menjadi 20% menjelang akhir Tahun 2015 ini.
Perlu diketahui oleh publik di Tanah Papua, bahwa saat ini Pemerintah Pusat
telah menguasai 9,36% kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia. Dan sasaran
selanjutnya adalah Pusat berusaha dengan berbagai cara termasuk tetap
mempertahankan rezim sentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam di Tanah
Papua untuk menekan Pemerintah Daerah di Tanah Papua agar melupakan niat untuk
memiliki saham di PT. Freeport Indonesia, yang sedianya harus dilepaskan oleh
pihak Freeport di Tahun 2015 ini sebesar 10,64%.
Kemandirian merupakan kunci
sukses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang telah menjadi tujuan dari
perubahan sistem ketatanegaraan nasional yang lahir pasca era reformasi. Para
ahli Tata Negara menyebut penguatan sistem pemerintahan daerah dan penguatan
kemandirian daerah untuk mengelola potensi di daerah untuk dimanfaatkan
sebesar-besarnya pembangunan rakyat di daerah disebut sebagai rezim
desentralisasi.
Saat ini pendanaan fungsi
Pemerintahan Daerah di Tanah Papua mayoritas mengalami ketergantungan terhadap
sumber pendanaan Pusat, hal ini bisa dibuktikan dengan tingginya bantuan
pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pusat yang mencapai 95,66% (Rp 40
Triliun) terhadap seluruh sumber pendanaan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
Provinsi Papua dan Seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Papua. Sedangkan
sisanya berasal dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikelola oleh
Pemerintah Provinsi Papua beserta seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua
dengan besaran kemampuan pendanaan yang hanya mencapai 4,34% (Rp 1,8 Triliun).
Besaran subsidi Pemerintah Pusat
ke Tanah Papua yang mencapai 95,66% (angka ini belum memasukkan Provinsi Papua
Barat), menunjukkan tingginya ketergantungan Tanah Papua terhadap Jakarta.
Subsidi Pusat yang mencapai 95,66% atau sebesar Rp 40 Triliun merupakan total
dana transfer pusat yang terdiri dari Transfer Dana Perimbangan sebesar Rp
26,95 Triliun dan transfer dana lain-lain (termasuk dana otsus) yang mencapai
Rp 13,07 Triliun. Dari total Rp 26,95 Triliun transfer dana perimbangan ke
seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua, terdapat 75,05% (Rp 20,22 Trilun)
dalam bentuk transfer Dana Alokasi Umum (DAU), sebesar 13,84% (Rp 3,72 Triliun)
dalam bentuk transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sebesar 11,12% (Rp 2,9
Triliun) dalam bentuk transfer Dana Bagi Hasil. Sedangkan besaran transfer dana
lain-lain yang mencapai Rp 13,07 Triliun terdiri dari komposisi transfer dana
penyesuaian dan otsus untuk seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua yang
mencapai Rp 9,5 Triliun.
Setelah mengetahui seberapa parah
ketergantungan Tanah Papua dalam menjalankan fungsi desentralisasi Pemerintahan
Daerah terhadap sumber pendanaan yang selalu mengharapkan subsidi Pemerintah
Pusat, tentunya hal ini merupakan contoh pelaksanaan otonomi daerah yang gagal
menjadikan Tanah Papua sebagai daerah yang mampu menjalankan fungsi
Pemerintahan dan fungsi pembangunan di daerah. Kegagalan Tanah Papua untuk
memperbesar kapasitas pengelolaan sumber pendanaan yang berasal dari kekuatan
daerah sendiri, selama ini dibatasi oleh kepentingan pengelolaan sumber daya
alam yang sangat besar oleh Pemerintah Pusat. Sehingga daerah seperti Tanah
Papua, tidak mendapatkan peran yang cukup untuk mengontrol dan mengelola
sumber-sumber pendapatan asli daerah.
Kontrol yang begitu sangat besar
terhadap pengelolaan sumber-sumber pendapatan Pusat di Tanah Papua, melalui
sentralisasi pengelolaan sumber daya alam, sejatinya sangat merugikan Tanah
Papua sebagai daerah penghasil yang berkepentingan dengan pembangunan
dikawasannya sendiri. Pandangan publik di Tanah Papua dikelabui oleh
hitung-hitungan subdisi Pemerintah Pusat melalui transfer sejumlah pendanaan
bagi Pemerintahan Daerah di Tanah Papua. Termasuk di dalamnya alokasi dana
Otsus yang seringkali disebut-sebut sangat besar oleh Pemerintah Pusat.
Tanah Papua tidak memiliki cara
lain untuk merebut kepentingan pengelolaan keuangan daerah yang benar-benar
sehat dan mandiri, serta melepaskan diri dari mentalitas meminta-minta kepada
Pemerintah Pusat. Saat ini kesempatan di depan mata telah hadir bagi bangsa Papua
untuk merebut salah satu kepentingan dari Tiga Isu Utama (Trias Resolusi
Pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua) yaitu dengan merebut kepentingan
saham sebesar 10,64% yang saat ini sedang berusaha di rebut dengan berbagai
macam cara oleh kepentingan Jakarta.
Mengapa Tanah Papua butuh 10,64%
saham PT. Freeport Indonesia saat ini? pertanyaan yang sama pula bagi Elit
Jakarta, mengapa Jakarta berambisi untuk merebut kembali 10,64% saham yang
dimiliki oleh PT. Freeport Indonesia? Bukankah Jakarta sudah menguasai 9,36%
saham milik PT. Freeport Indonesia?
Pertanyaan diatas menggugah
keingintahuan kita semua, mengapa Jakarta sangat berambisi untuk merebut porsi
saham sebesar 10,64%, untuk menggenapi kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia
oleh Pusat menjadi 20%. Perebutan kepentingan saham saat ini oleh Jakarta, jauh
lebih penting dibandingkan Pemerintah Pusat membicarakan negosiasi Royalty yang
diterima oleh Pemerintah dari setiap produksi pertambangan yang dikuasai oleh
PT. Freeport Indonesia. Sebab pendapatan dari kepemilikan saham, pada faktanya
jauh lebih besar dari sekedar meributkan berapa besar Royalty yang di peroleh
oleh Pemerintah.
Untuk mengetahui sejauh mana,
dampak kepemilikan saham di PT. Freeport Indonesia menentukan seberapa besar
perolehan keuntungan yang dapat diterima oleh Pusat apabila mereka mampu
menambah alokasi saham yang dimiliki oleh PT. Freeport Indonesia. Mari kita
memulai analisis kali ini dengan mentracking data sebulan terakhir transaksi
saham Freeport McMoran, Inc. (induk PT. Freeport Indonesia), untuk menghitung
seberapa besar share (particapiting of interest) dari komposisi saham PT.
Freeport Indonesia terhadap transaksi saham di Bursa Saham Newyork (New York
Stock Exchange) yang diwakilkan oleh Induk Perusahaan Freeport McMoran, Inc.,
tentunya kita harus membuka data transaksi saham yang dimiliki oleh Perusahaan
multinasional tersebut.
Dengan melihat data transaksi
saham Freeport McMoran, Inc., sebulan terakhir dapat memberikan referensi
kepada rakyat di Tanah Papua, seberapa besar perputaran uang yang dapat
dikuasai secara langsung oleh para pemilik saham, termasuk saat ini nilai saham
yang telah dikuasai oleh Pemerintah Pusat di PT. FI (9,36%), dan perebutan
kepentingan saham sebesar 10,64% saham tambahan PT. FI oleh kepentingan Pusat
dan rakyat di Tanah Papua.
Perhitungan nilai transaksi saham
Freeport McMoran, Inc., dimulai dari 15/September/2015 – 15/Oktober/2015 yang
tercatat dalam New York Stock Exchange, menunjukkan nilai volume transaksi di
tanggal 15/September/2015 sebesar 28 Juta dengan mean harga pervolume saham
sebesar 11,3 USD sehingga total
nilai transaksi mencapai 316,4 Juta USD, transaksi di tanggal 16/September/2015
volume sebesar 29,8 Juta (mean 11,63 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai
347,2 Juta USD, transaksi di tanggal 17/September/2015 volume sebesar 48,8 Juta
(mean 12,08 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 589,4 Juta USD,
transaksi di tanggal 18/September/2015 volume sebesar 79,1 Juta (mean 10,99
USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 869 Juta USD, transaksi di tanggal
21/September/2015 volume sebesar 33,2 Juta (mean 10,71 USD) dengan nilai
transaksi saham mencapai 354,9 Juta USD, transaksi di tanggal 22/September/2015
volume sebesar 91,5 Juta (mean 10,25 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai
937,4 Juta USD.
Nilai transaksi saham di tanggal
23/September/2015 volume sebesar 34 Juta (mean 10,32 USD) dengan nilai
transaksi saham mencapai 350,8 Juta USD, transaksi di tanggal 24/September/2015
volume sebesar 46,9 Juta (mean 9,85 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai
462,2 Juta USD, transaksi di tanggal 25/September/2015 volume sebesar 46,4 Juta
(mean 9,84 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 456,7 Juta USD, transaksi
di tanggal 28/September/2015 volume sebesar 49,3 Juta (mean 8,99 USD) dengan
nilai transaksi saham mencapai 443,7 Juta USD, transaksi di tanggal
29/September/2015 volume sebesar 27,2 Juta (mean 9,11 USD) dengan nilai
transaksi saham mencapai 248,2 Juta USD, transaksi di tanggal 30/September/2015
volume sebesar 42,1 Juta (mean 9,51 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai
400,9 Juta USD.
Nilai transaksi di tanggal
1/Oktober/2015 volume sebesar 31,3 Juta (mean 9,82 USD) dengan nilai transaksi
saham mencapai 307,1 Juta USD, transaksi di tanggal 2/Oktober/2015 volume sebesar
39,5 Juta (mean 10,14 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 400,7 Juta
USD, transaksi di tanggal 5/Oktober/2015 volume sebesar 38,4 Juta (mean 10,9
USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 418,9 Juta USD, transaksi di tanggal
6/Oktober/2015 volume sebesar 53,9 Juta (mean 11,62 USD) dengan nilai transaksi
saham mencapai 626,1 Juta USD, transaksi di tanggal 7/Oktober/2015 volume
sebesar 93,7 Juta (mean 12,84 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 1202,5
Juta USD, transaksi di tanggal 8/Oktober/2015 volume sebesar 52,3 Juta (mean
13,17 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 688,3 Juta USD, transaksi di
tanggal 9/Oktober/2015 volume sebesar 51,7 Juta (mean 13,69 USD) dengan nilai
transaksi saham mencapai 707,6 Juta USD, transaksi di tanggal 12/Oktober/2015
volume sebesar 30,7 Juta (mean 13,04 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai
400,1 Juta USD, transaksi di tanggal 13/Oktober/2015 volume sebesar 30,89 Juta
(mean 12,64 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 390,3 Juta USD,
transaksi di tanggal 14/Oktober/2015 volume sebesar 27,6 Juta (mean 12,78 USD)
dengan nilai transaksi saham mencapai 352,8 Juta USD, dan transaksi di tanggal
15/Oktober/2015 volume sebesar 25,9 Juta (mean 13,02 USD) dengan nilai
transaksi saham mencapai 337,6 Juta USD.
Dengan demikian sepanjang sebulan
transaksi (periode 15/September/2015 – 15/Oktober/2015 ) total transaksi saham
Freeport McMoran Inc., mencapai 11,6 Miliar USD atau setara dengan Rp 156
Triliun (referensi Kurs 13449,38 per USD tanggal 15/Oktober 2015). Perlu
menjadi catatan penting, bahwa penggunaan data sebulan terakhir di Bulan
September – Oktober 2015 merupakan penggunaan salah satu nilai rujukan terendah
nilai transaksi saham Freeport McMoran Inc., disepanjang periode 2015 ini,
sebagai dampak dari penurunan harga emas dunia. Untuk memahami pergerakan nilai
saham Freeport McMoran Inc., disepanjang Tahun 2015 ini dapat dilihat sebagai
berikut: nilai mean saham di bulan Oktober (1/Oktober – 21/Oktober) sebesar
12,17 USD, nilai mean saham di bulan September (1/September – 30/September)
sebesar 10,43 USD, nilai mean saham di bulan Agustus (1/Agustus – 31/Agustus)
sebesar 10,17 USD, nilai mean saham di bulan Juli (1/Juli – 31/Juli) sebesar
15,40 USD, nilai mean saham di bulan Juni (1/Juni – 30/Juni) sebesar 19,84 USD,
nilai mean saham di bulan Mei (1/Mei – 31/Mei) sebesar 22,12 USD, nilai mean
saham di bulan April (1/April – 30/April) sebesar 20,19 USD, nilai mean saham
di bulan Maret (1/Maret- 31/Maret) sebesar 19,12 USD, nilai mean saham di bulan
Februari (1/Februari – 28/Februari) sebesar 19,90 USD, dan nilai mean saham di
bulan Januari (1/Januari – 31/Januari) sebesar 20,32 USD.
Dengan referensi terendah nilai
saham di bulan September – Oktober 2015, nilai transaksi saham Freeport McMoran
mencapai Rp 156 Triliun, bagaimana dengan potensi transaksi saham selama
setahun? Freeport McMoran dapat melipatgandakan keuntungan saham mereka selama
setahun hingga mencapai Rp 1872 Triliun (dengan referensi nilai transaksi
terendah dan asumsi sepanjang setahun sama). Tentunya Freeport McMoran
merupakan induk perusahaan PT. Freeport Indonesia yang menguasai cadangan emas
terbesar dikawasan kepulauan pasifik yang terletak di Tanah Papua. Berapapun
kontribusi PT. Freeport Indonesia terhadap transaksi saham di induk Perusahaan
Freeport McMoran di New York Stock Exchange, faktanya nilai transaksi dengan
asumsi nilai saham terendah yang secara konstan diperoleh disepanjang satu
tahun, memiliki potensi pendapatan yang mencapai Rp 1872 Triliun.
Besaran pendapatan saham yang
mencapai Rp 1872 Triliun, hanyalah nilai transaksi dari hasil memperdagangkan
setiap lembar saham yang ditawarkan ke publik internasional, melalui presentasi
portofolio kekayaan yang dimiliki oleh Freeport McMoran termasuk kekayaan
gunung emas yang tidak terbatas di Tanah Papua. Melalui transaksi saham di New
York Stock Exchange, sejatinya Freeport juga turut serta memperjualbelikan
seluruh cadangan emas di pegunungan tengah Tanah Papua (baik cadangan proven
dan cadangan probable) disetiap harinya untuk menarik keuntungan pendanaan dari
seluruh dunia. Perhitungan diatas belum membahas seberapa besar keuntungan yang
diperoleh dari hasil produksi konsentrat mineral emas dan hasil produksi olahan
emas melalui smelter yang dapat diperoleh oleh Freeport McMoran.
Inilah sebabnya mengapa
Pemerintah Pusat berusaha dengan berbagai macam cara untuk mengendalikan arus
informasi yang boleh/tidak boleh dicerna oleh publik nasional, termasuk rakyat
di Tanah Papua. Seolah-olah isu utama Pemerintah Pusat pada hari ini adalah menegosiasikan
kenaikan pendapatan negara dari sektor royalty. Dan berusaha menutup
rapat-rapat setiap informasi yang mengaitkan ambisi Pusat untuk menambah
presentasi kepemilikan saham, yang sebelumnya hanya sebesar 9,36% menjadi 20%,
melalui perebutan kepemilikan saham yang wajib dilepaskan oleh PT. Freeport
Indonesia sebesar 10,64%.
Kepentingan Tanah Papua pada hari
ini adalah menagih komitmen Pemerintah Pusat untuk menjalankan perintah
konstitusi dalam rangka memperkuat peran desentralisasi Pemerintahan Daerah di
Tanah Papua, dimana daerah merupakan ujung tombak pelaksanaan setiap
fungsi-fungsi Pemerintahan dan fungsi pembangunan. Mengendalikan dan mengontrol
pengelolaan kekayaan sumber daya alam yang saat ini dikuasai oleh PT. Freeport
Indonesia yang dilakukan oleh rezim sentralisasi yang bertahan hingga hari ini,
telah menjadikan Tanah Papua sebagai daerah yang terus menerus mengalami
ketergantungan pendanaan dari subsidi Pusat. Tampak kontras dengan pengelolaan
kekayaan alam yang melimpah di Tanah Papua, justru melahirkan kemiskinan
absolut bagi sebagian besar rakyat di Tanah Papua.
Eksistensi Negara Kesatuan
Republik Indonesia di Tanah Papua, tergantung dari seberapa serius Republik ini
dapat memberikan hak konstitusional rakyat di Tanah Papua untuk hidup secara
bebas dan merdeka “merdeka dari kontrol pengelolaan sumber daya alam, merdeka
dari neo-kolonialisme korporasi dan kepentingan elit Jakarta, merdeka dari
ketergantungan subsidi Pemerintah Pusat, merdeka dari pemiskinan secara
sistematis melalui perampasan hak pengelolaan sumber daya alam yang masih
sentralistik“. Inilah tujuan dari esensi bangsa Papua Menggugat Republik, sebab
para stakeholder di Tanah Papua masih menaruh kepercayaan kepada Republik ini,
untuk benar-benar menegakkan konstitusi dan menjadikan bangsa Papua sebagai
bangsa yang setara dalam membangun peradaban bangsa-bangsa nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar