Jumat, 05 Februari 2016
AYAPURA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Papua Barat Jimmy Demianus Ijie menilai, usulan draf Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Otonomi Khusus di Papua sama dengan 95 persen kemerdekaan warga Papua.
JAYAPURA, KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Papua Barat Jimmy Demianus Ijie menilai, usulan draf Rancangan Undang-Undang tentang Pemerintahan Otonomi Khusus di Papua sama dengan 95 persen kemerdekaan warga Papua.
Menurut Ijie, draf otonomi khusus (otsus) plus yang akan diajukan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus di Provinsi Papua relatif komprehensif.
“Seluruh aspek yang selama ini dinilai mengganjal pemberlakuan undang-undang otsus sudah kita atasi dalam draf otsus plus,” ungkap Ijie, salah seorang tim pembahas draf otsus plus mewakili DPR Provinsi Papua Barat.
Dijelaskan Ijie, hampir seluruh kewenangan diatur dalam otsus plus. “Bidang kehutanan, perdagangan, perindustrian, pertanahan. TNI-Polri pun kita atur dalam undang-undang ini, terutama kewajiban dari kedua institusi ini untuk mempersiapkan calon-calon perwira TNI-Polri dari bumiputera Papua,” ungkap Ijie saat ditemui, Selasa (21/1/2014) kemarin.
Selain itu, dalam otsus plus juga meminta kewenangan terbatas untuk menjalin hubungan kerjasama luar negeri. “Membangun hubungan kerjasama dengan negara-negara serumpun kami Melanesia dalam Melanesia Spreadheat Group (MSG), khususnya dengan negara-negara Pasifik. Bahkan dengan negara-negara lain yang berpotensi untuk menjalin kerja sama investasi,” kata Ijie.
Pengaturan anggaran otonomi khusus dari pemerintah pusat, menurut Ijie, juga dijabarkan dalam draf otsus plus. “Contohnya alokasi 15 persen untuk anggaran kesehatan, kita breakdownalokasinya untuk apa saja. Berbeda dengan sebelumnya hanya menyebut alokasi kesehatan saja,” kata Ijie.
Menurut Ijie, draf otsus plus yang sudah ditetapkan pada sidang paripurna DPRP pada Senin (20/1/2014) kemarin, sudah mendekati konstitusi sebuah negara. “Yang kami minta adalah hak menentukan nasib dalam bangsa berdaulat yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena kami sadar, tak ada celah sedikit pun untuk lepas dari NKRI,” jelas Ijie.
Namun, Ijie mengaku agak terganggu dengan klausul sisipan yang menjadi sebuah pasal dalam draf tersebut, yakni ancaman referendum untuk menentukan nasib sendiri, jika undang-undang tersebut tidak dilaksanakan.
Ia khawatir, jika pasal sisipan tersebut masih terus dipertahankan, akan menimbulkan penolakan dari pemerintah pusat.
“Pasal itu yang paling pertama dibumihanguskan. Jangan sampai pemerintah pusat alergi dengan pasal-pasal yang mengancam kedaulatan negara,” terang Ijie yang menjadi bagian tim yang berangkat ke Jakarta untuk menyerahkan draf revisi undang-undang otonomi khusus Papua kepada Presiden dan DPR RI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar