Senin, 29 Februari 2016


PELATIHAN KEPALA KAMPUNG  DARI PEMERINTAH KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG PROVINSI PAPUA 
DI SALAHTIGA JAWA TENGAH (JATENG) 
DI KAMPUS UNIVERSITAS KRISTEN SADJA WACANA   KOTA SALAHTIGA JAWA TENGAH ( JATENG)TAHUN 2015

Rombongan Kepala Distrik Nongme Bersama Kepala - kepala kampung dari 7 kampung Distrik Nongme kabupaten pegunungan bintang sedang melakukan wawancara bersama - pihak Kementrian Pusat Desa Tertinggal Se - Indonesia

Oleh_Pemerintah kabupaten pegunungan bintang mengadakan kegiatan Pelatihan tingkat Desa di kota Salatiga Jawa Tengah Juli 2015.
Mengikuti pelatihan disalah satu Universitas, Yaitu Universitas Kristen Satya Wacana ( UKSW ) Salatiga Jawa Tengah dari berbagai kepala kampung kabupaten pegunungan bintang.


Pemerintah kabupaten pegunungan bintang mengadakan kegiatan Pelatihan tingkat Desa di kota Salatiga Jawa Tengah Juli 2015.
Mengikuti pelatihan disalah satu Universitas, Yaitu Universitas Kristen Satya Wacana ( UKSW ) Salatiga Jawa Tengah dari berbagai kepala kampung kabupaten pegunungan bintang.


Rombungan Kepala Distrik Nongme bersama Kepala - kepala kampung dari 7 kampung Distrik Nongme dan salah satu Mahasiswa Asal Distrik Nongme kabupaten pegunungan bintang
Tujuam Mahasiswa yang hadir, dan terlibat dalam pelatihan saat itu adala tujuan pendampingi kepala- kepala kampung dari berbagai Distrik dan Kampung yang ada di kabupaten pegunungan bintang.
Pemerintah kabupaten pegunungan bintang mengadakan kegiatan Pelatihan tingkat Desa di kota Salatiga Jawa Tengah Juli 2015.
Mengikuti pelatihan disalah satu Universitas, Yaitu Universitas Kristen Satya Wacana ( UKSW ) Salatiga Jawa Tengah dari berbagai kepala kampung kabupaten pegunungan bintang

Rombungan Kepala Distrik Nongme bersama Kepala - kepala kampung dari 7 kampung Distrik Nongme dan salah satu Mahasiswa Asal Distrik Nongme kabupaten pegunungan bintang
Tujuam Mahasiswa yang hadir, dan terlibat dalam pelatihan saat itu adala tujuan pendampingi kepala- kepala kampung dari berbagai Distrik dan Kampung yang ada di kabupaten pegunungan bintang.



Oleh :
peus Urwan

Nim : 12510032

Mahasiswa


Asal Distrik Nongme
Kabupaten Pegunungan Bintang

Minggu, 28 Februari 2016




KONSEP, TEORI DAN ANALISIS GENDER
Oleh: Herien Puspitawati
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor                                 
2013
Sumber: Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di
Indonesia. PT IPB Press. Bogor.
Email: herien_puspitawati@email.com
Pengertian Konsep Gender


Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan

perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat
bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat
penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat
kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran gender ini sangat
membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini
dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran
relasi gender yang dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam
masyarakat. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran
perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah
melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang
kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan
abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan
laki-laki.3.11
Kata „gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial
budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati.
Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke
waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada
manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat.2.2;2.3
Definisi gender menurut berbagai pustaka adalah sebagai berikut:
1. “Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat
istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi
setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya
dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta
kondisi setempat. 2.2;2.3
2. “Gender refers to the economic, social, political, and cultural attributes and
opportunities associated with being female and male. The social definitions of what it
means to be female or male vary among cultures and changes over time.”2.4 (gender
1
merujuk pada atribut ekonomi, sosial, politik dan budaya serta kesempatan yang
dikaitkan dengan menjadi seorang perempuan dan laki-laki. Definisi sosial tentang
bagaimana artinya menjadi perempuan dan laki-laki beragam menurut budaya dan
berubah sepanjang jaman).
“Gender should be conceptualized as a set of relations, existing in social institutions
3.
and reproduced in interpersonal interaction“ (Smith 1987; West & Zimmerman 1987
dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (gender diartikan sebagai suatu set hubungan yang
nyata di institusi sosial dan dihasilkan kembali dari interaksi antar personal).
“Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction between actors
4.
and structures with tremendous variation across men‟s and women‟s lives
“individually over the life course and structurally in the historical context of race and
class” (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (Gender bukan merupakan property
individual namun merupakan interaksi yang sedang berlangsung antar aktor dan
struktur dengan variasi yang sangat besar antara kehidupan laki-laki dan perempuan
„secara individual‟ sepanjang siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras
dan kelas).
“At the ideological level, gender is performatively produced” (Butler 1990 dalam
5.
Lloyd et al. 2009: p.8) (Pada tingkat ideologi, gender dihasilkan).
“Gender is not a noun- a „being‟–but a „doing‟. Gender is created and reinforced
6.
discursively, through talk and behavior, where individuals claim a gender identity
and reveal it to others” (West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8)
(Gender bukan sebagai suatu kata benda–„menjadi seseorang‟, namun suatu
„perlakuan‟. Gender diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan perilaku, dimana
individu menyatakan suatu identitas gender dan mengumumkan pada yang lainnya).
“Gender theory is a social constructionist perspective that simultaneously examines
7.
the ideological and the material levels of analysis” (Smith 1987 dalam Lloyd et al.
2009: p.8) (Teori gender merupakan suatu pandangan tentang konstruksi sosial yang
sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan analisis material).
Dengan demikian gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis
kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat reproduksi
antara laki-laki dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang
berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; laki-laki
membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan,
bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.
Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan
perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya
berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari
sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang
pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki
atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada sebagian
masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki
maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang laki-laki masuk ke dapur atau mengendong
anaknya di depan umum dan tabu bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk
bekerja. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam
memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya
perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau
memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.
2
Perbedaan Konsep Gender dan Jenis Kelamin
Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Tabel berikut ini
menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin dan perbedaan konsep kodrati dan
bukan kodrati.
Tabel 3.1. Perbedaan konsep jenis kelamin (sex)/ kodrati dan gender/ bukan kodrat
beserta contoh-contohnya.2.2; 2.3
Jenis Kelamin (Seks) Gender
Contoh kodrati Contoh Bukan Kodrati
Peran reproduksi kesehatan berlaku sepanjang Peran sosial bergantung pada waktu dan keadaan.
masa.
Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi buatan
Tuhan atau kodrat. manusia.
Menyangkut perbedaan organ biologis laki- Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan
laki dan perempuan khususnya pada bagian tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai
alat-alat reproduksi. hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari
Sebagai konsekuensi dari fungsi alat-alat masyarakat.
reproduksi, maka perempuan mempunyai Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan
fungsi reproduksi seperti menstruasi, hamil, masyarakat, maka pembagian peran laki-laki
melahirkan dan menyusui; sedangkan laki- adalah mencari nafkah dan bekerja di sektor
laki mempunyai fungsi membuahi publik, sedangkan peran perempuan di sektor
(spermatozoid). domestik dan bertanggung jawab masalah
rumahtangga.
Peran reproduksi tidak dapat berubah; sekali Peran sosial dapat berubah:
menjadi perempuan dan mempunyai rahim, Peran istri sebagai ibu rumahtangga dapat berubah
maka selamanya akan menjadi perempuan; menjadi pekerja/ pencari nafkah, disamping masih
sebaliknya sekali menjadi laki-laki, menjadi istri juga.
mempunyai penis, maka selamanya menjadi
laki-laki.
Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan: Peran sosial dapat dipertukarkan
tidak mungkin peran laki-laki melahirkan dan Untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami dalam
perempuan membuahi. keadaan menganggur tidak mempunyai pekerjaan
sehingga tinggal di rumah mengurus
rumahtangga, sementara istri bertukar peran untuk
bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar
negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Membuahi Bekerja di dalam rumah dan dibayar (pekerjaan
publik/produktif di dalam rumah) seperti jualan
masakan, pelayanan kesehatan, membuka salon
kecantikan, menjahit/ tailor, mencuci
pakaian/loundry, mengasuh dan mendidik anak
orang lain (babbysitter/ pre-school).
Menstruasi Bekerja di luar rumah dan dibayar (pekerjaan
publik di luar rumah).
Mengandung/ hamil Bekerja di dalam rumah dan tidak dibayar
(pekerjaan domestik rumahtangga) seperti
memasak, menyapu halanam, membersihkan
rumah, mencuci pakaian keluarga, menjahit
pakaian keluarga.
3
Jenis Kelamin (Seks) Gender
Contoh kodrati Contoh Bukan Kodrati
Melahirkan anak bagi Perempuan Bekerja di luar rumah dan tidak dibayar (kegiatan
sosial kemasyarakatan) bagi laki-laki dan
perempuan.
Menyusui anak/ bayi dengan payudaranya Mengasuh anak kandung, memandikan, mendidik,
bagi Perempuan membacakan buku cerita, menemani tidur.
Menyusui anak bayi dengan menggunakan botol
bagi laki-laki atau perempuan.
Sakit prostat untuk Laki-laki Mengangkat beban, memindahkan barang,
membetulkan perabot dapur, memperbaiki listrik
dan lampu, memanjat pohon/ pagar bagi laki-laki
atau perempuan.
Sakit kanker rahim untuk Perempuan Menempuh pendidikan tinggi, menjadi pejabat
publik, menjadi dokter, menjadi tentara militer,
menjadi koki, menjadi guru TK/SD, memilih
program studi SMK-Tehnik Industri, memilih
program studi memasak dan merias bagi laki-laki
atau perempuan.
Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik di kalangan
masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan bahkan sampai sekarang.
Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam dan terusik pada saat mendengar kata
‟gender‟. Berdasarkan diskusi dengan berbagai kalangan, keengganan masyarakat untuk
menerima konsep gender disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:3.1
1. Konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian masyarakat
menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai Barat yang sengaja
disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat khususnya di Timur.
2. Konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena dapat
memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender berlawanan dengan
kodrati manusia.
3. Konsep gender berasal dari adanya kemarahan dan kefrustrasian kaum perempuan
untuk menuntut haknya sehingga menyamai kedudukan laki-laki. Hal ini dikarenakan
kaum perempuan merasa dirampas haknya oleh kaum laki-laki. Di Indonesia tidak ada
masalah gender karena negara sudah menjamin seluruh warga negara untuk
mempunyai hak yang sama sesuai dengan yang tercantum pada UUD 1945.
4. Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat, yaitu
mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan adalah sudah
ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati perempuan adalah
mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah). Namun mind-set ini sepertinya
masih terus berlaku meskipun mengabaikan fakta bahwa semakin banyak perempuan
Indonesia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri dan mengambil alih
tugas suami sebagai pencari nafkah utama.
Sejarah Pergerakan Feminisme
Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh para
pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarkhi) yang selalu
dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan feminism modern di Barat
dimulai pada Tahun 1960-an yaitu pada saat timbulnya kesadaran perempuan secara kolektif
4
sebagai golongan tertindas (Skolnick 1987; Porter 1987). Menurut Skolnick: Some feminists
denounced the family as a trap that turned women into slaves (beberapa feminis menuduh
keluarga sebagai perangkap yang membuat para perempuan menjadi budak-budak). Gerakan
feminisme yang berdasarkan model konflik berkembang menjadi gerakan-gerakan feminisme
liberal, radikal, dan sosialis atau Marxisme (Anderson 1983).
Berdasarkan berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa filsafat feminism sangat
tidak setuju dengan budaya patriarkhi. Budaya patriarki yang berawal dari keluargalah yang
menjadi penyebab adanya ketimpangan gender di tingkat keluarga yang kemudian
mengakibatkan ketimpangan gender di tingkat masyarakat. Laki-laki yang sangat diberi hak
istimewa oleh budaya patriarki menjadi sentral dari kekuasaan di tingkat keluarga. Hal inilah
yang menjadikan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan dalam
kepemilikian properti, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan akhirnya kurang
memberikan manfaat secara utuh bagi eksistensi perempuan.
Penghapusan sistem patriarki atau struktur vertikal adalah tujuan utama dari semua
gerakan feminisme, karena sistem ini yang dilegitimasi oleh model struktural-fungsionalis,
memberikan keuntungan laki-laki daripada perempuan. Kesetaraan gender tidak akan pernah
dicapai kalau sistem patriarkat ini masih terus berlaku. Oleh karena itu, ciri khas dari gerakan
feminisme adalah ingin menghilangkan institusi keluarga, atau paling tidak mengadakan
defungsionalisasi keluarga, atau mengurangi peran institusi keluarga dalam kehidupan
masyarakat (Megawangi 1999). Untuk memahami konsep feminisme berikut diuraikan
berdasarkan sejarah berkembangnya gerakan feminisme yang mencakup dua gelombang:
1. Gerakan Gelombang Pertama lebih pada gerakan filsafat di Eropa yang dipelopori
oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet yang pada Tahun 1785,
suatu perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di
Middelburg (Selatan Belanda). Seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles
Fourier pada Tahun 1837 memunculkan istilah feminisme yang kemudian tersebar ke
seluruh Eropa dan Benua Amerika. Publikasi John Stuart Mill dari Amerika dengan
judul The Subjection of Women pada Tahun 1869 yang melahirkan feminisme
Gelombang Pertama.
2. Feminisme Gelombang Kedua dimulai pada Tahun 1960, dengan terjadinya
liberalisme gaya baru dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara di
parlemen. Era Tahun 1960 merupakan era dengan mulai ditandainya generasi “baby
boom” (yaitu generasi yang lahir setelah perang dunia ke-2) menginjak masa remaja
akhir dan mulai masuk masa dewasa awal. Pada masa inilah, masa bagi perempuan
mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut dalam kancah politik kenegaraan.
Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender
1. Pengertian2.2; 2.3
a. Kesetaraan gender: Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang
setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-
hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan.
Definisi dari USAID menyebutkan bahwa “Gender Equality permits women
and men equal enjoyment of human rights, socially valued goods,
opportunities, resources and the benefits from development results.3.5
(kesetaraan gender memberi kesempatan baik pada perempuan maupun laki-
laki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai
manusia, secara sosial mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan
menikmati manfaat dari hasil pembangunan).
5
b. Keadilan gender: Suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki melalui
proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-hambatan
berperan bagi perempuan dan laki-laki. Definisi dari USAID menyebutkan
bahwa “Gender Equity is the process of being fair to women and men. To
ensure fairness, measures must be available to compensate for historical and
social disadvantages that prevent women and men from operating on a level
playing field. Gender equity strategies are used to eventually gain gender
equality. Equity is the means; equality is the result.3.5 (Keadilan gender
merupakan suatu proses untuk menjadi fair baik pada perempuan maupun laki-
laki. Untuk memastikan adanya fair, harus tersedia suatu ukuran untuk
mengompensasi kerugian secara histori maupun sosial yang mencegah
perempuan dan laki-laki dari berlakunya suatu tahapan permainan. Strategi
keadilan gender pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan kesetaraan KONSEP, TEORI DAN ANALISIS GENDER
Oleh: Herien Puspitawati
Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Fakultas Ekologi Manusia- Institut Pertanian Bogor
2013
Sumber: Puspitawati, H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di
Indonesia. PT IPB Press. Bogor.
Email: herien_puspitawati@email.com
Pengertian Konsep Gender
Istilah gender diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan perbedaan
perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai ciptaan Tuhan dan yang bersifat
bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan sejak kecil. Pembedaan ini sangat
penting, karena selama ini sering sekali mencampur adukan ciri-ciri manusia yang bersifat
kodrati dan yang bersifat bukan kodrati (gender). Perbedaan peran gender ini sangat
membantu kita untuk memikirkan kembali tentang pembagian peran yang selama ini
dianggap telah melekat pada manusia perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran
relasi gender yang dinamis dan tepat serta cocok dengan kenyataan yang ada dalam
masyarakat. Perbedaan konsep gender secara sosial telah melahirkan perbedaan peran
perempuan dan laki-laki dalam masyarakatnya. Secara umum adanya gender telah
melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana
manusia beraktivitas. Sedemikian rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang
kita, sehingga kita sering lupa seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan
abadi sebagaimana permanen dan abadinya ciri biologis yang dimiliki oleh perempuan dan
laki-laki.3.11
Kata „gender‟ dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi) sosial
budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak bersifat kodrati.
Oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke
waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah dan dapat dipertukarkan pada
manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan budaya setempat.2.2;2.3
Definisi gender menurut berbagai pustaka adalah sebagai berikut:
1. “Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat
istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi
setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya
dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta
kondisi setempat. 2.2;2.3
2. “Gender refers to the economic, social, political, and cultural attributes and
opportunities associated with being female and male. The social definitions of what it
means to be female or male vary among cultures and changes over time.”2.4 (gender
1
merujuk pada atribut ekonomi, sosial, politik dan budaya serta kesempatan yang
dikaitkan dengan menjadi seorang perempuan dan laki-laki. Definisi sosial tentang
bagaimana artinya menjadi perempuan dan laki-laki beragam menurut budaya dan
berubah sepanjang jaman).
“Gender should be conceptualized as a set of relations, existing in social institutions
3.
and reproduced in interpersonal interaction“ (Smith 1987; West & Zimmerman 1987
dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (gender diartikan sebagai suatu set hubungan yang
nyata di institusi sosial dan dihasilkan kembali dari interaksi antar personal).
“Gender is not a property of individuals but an ongoing interaction between actors
4.
and structures with tremendous variation across men‟s and women‟s lives
“individually over the life course and structurally in the historical context of race and
class” (Ferree 1990 dalam Lloyd et al. 2009: p.8) (Gender bukan merupakan property
individual namun merupakan interaksi yang sedang berlangsung antar aktor dan
struktur dengan variasi yang sangat besar antara kehidupan laki-laki dan perempuan
„secara individual‟ sepanjang siklus hidupnya dan secara struktural dalam sejarah ras
dan kelas).
“At the ideological level, gender is performatively produced” (Butler 1990 dalam
5.
Lloyd et al. 2009: p.8) (Pada tingkat ideologi, gender dihasilkan).
“Gender is not a noun- a „being‟–but a „doing‟. Gender is created and reinforced
6.
discursively, through talk and behavior, where individuals claim a gender identity
and reveal it to others” (West & Zimmerman 1987 dalam Lloyd et al. 2009: p.8)
(Gender bukan sebagai suatu kata benda–„menjadi seseorang‟, namun suatu
„perlakuan‟. Gender diciptakan dan diperkuat melalui diskusi dan perilaku, dimana
individu menyatakan suatu identitas gender dan mengumumkan pada yang lainnya).
“Gender theory is a social constructionist perspective that simultaneously examines
7.
the ideological and the material levels of analysis” (Smith 1987 dalam Lloyd et al.
2009: p.8) (Teori gender merupakan suatu pandangan tentang konstruksi sosial yang
sekaligus mengetahui ideologi dan tingkatan analisis material).
Dengan demikian gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis
kelamin manusia laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat reproduksi
antara laki-laki dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang
berbeda (perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui; laki-laki
membuahi dengan spermatozoa). Jenis kelamin biologis inilah merupakan ciptaan Tuhan,
bersifat kodrat, tidak dapat berubah, tidak dapat dipertukarkan dan berlaku sepanjang zaman.
Namun demikian, kebudayaan yang dimotori oleh budaya patriarki menafsirkan
perbedaan biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya
berujung pada pembatasan hak, akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari
sumberdaya dan informasi. Akhirnya tuntutan peran, tugas, kedudukan dan kewajiban yang
pantas dilakukan oleh laki-laki atau perempuan dan yang tidak pantas dilakukan oleh laki-laki
atau perempuan sangat bervariasi dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Ada sebagian
masyarakat yang sangat kaku membatasi peran yang pantas dilakukan baik oleh laki-laki
maupun perempuan, misalnya tabu bagi seorang laki-laki masuk ke dapur atau mengendong
anaknya di depan umum dan tabu bagi seorang perempuan untuk sering keluar rumah untuk
bekerja. Namun demikian, ada juga sebagian masyarakat yang fleksibel dalam
memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya
perempuan diperbolehkan bekerja sebagai kuli bangunan sampai naik ke atap rumah atau
memanjat pohon kelapa, sedangkan laki-laki sebagian besar menyabung ayam untuk berjudi.
2
Perbedaan Konsep Gender dan Jenis Kelamin
Pengertian gender itu berbeda dengan pengertian jenis kelamin (sex). Tabel berikut ini
menyajikan perbedaan konsep gender dan jenis kelamin dan perbedaan konsep kodrati dan
bukan kodrati.
Tabel 3.1. Perbedaan konsep jenis kelamin (sex)/ kodrati dan gender/ bukan kodrat
beserta contoh-contohnya.2.2; 2.3
Jenis Kelamin (Seks) Gender
Contoh kodrati Contoh Bukan Kodrati
Peran reproduksi kesehatan berlaku sepanjang Peran sosial bergantung pada waktu dan keadaan.
masa.
Peran reproduksi kesehatan ditentukan oleh Peran sosial bukan kodrat Tuhan tapi buatan
Tuhan atau kodrat. manusia.
Menyangkut perbedaan organ biologis laki- Menyangkut perbedaan peran, fungsi, dan
laki dan perempuan khususnya pada bagian tanggungjawab laki-laki dan perempuan sebagai
alat-alat reproduksi. hasil kesepakatan atau hasil bentukan dari
Sebagai konsekuensi dari fungsi alat-alat masyarakat.
reproduksi, maka perempuan mempunyai Sebagai konsekuensi dari hasil kesepakatan
fungsi reproduksi seperti menstruasi, hamil, masyarakat, maka pembagian peran laki-laki
melahirkan dan menyusui; sedangkan laki- adalah mencari nafkah dan bekerja di sektor
laki mempunyai fungsi membuahi publik, sedangkan peran perempuan di sektor
(spermatozoid). domestik dan bertanggung jawab masalah
rumahtangga.
Peran reproduksi tidak dapat berubah; sekali Peran sosial dapat berubah:
menjadi perempuan dan mempunyai rahim, Peran istri sebagai ibu rumahtangga dapat berubah
maka selamanya akan menjadi perempuan; menjadi pekerja/ pencari nafkah, disamping masih
sebaliknya sekali menjadi laki-laki, menjadi istri juga.
mempunyai penis, maka selamanya menjadi
laki-laki.
Peran reproduksi tidak dapat dipertukarkan: Peran sosial dapat dipertukarkan
tidak mungkin peran laki-laki melahirkan dan Untuk saat-saat tertentu, bisa saja suami dalam
perempuan membuahi. keadaan menganggur tidak mempunyai pekerjaan
sehingga tinggal di rumah mengurus
rumahtangga, sementara istri bertukar peran untuk
bekerja mencari nafkah bahkan sampai ke luar
negeri menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Membuahi Bekerja di dalam rumah dan dibayar (pekerjaan
publik/produktif di dalam rumah) seperti jualan
masakan, pelayanan kesehatan, membuka salon
kecantikan, menjahit/ tailor, mencuci
pakaian/loundry, mengasuh dan mendidik anak
orang lain (babbysitter/ pre-school).
Menstruasi Bekerja di luar rumah dan dibayar (pekerjaan
publik di luar rumah).
Mengandung/ hamil Bekerja di dalam rumah dan tidak dibayar
(pekerjaan domestik rumahtangga) seperti
memasak, menyapu halanam, membersihkan
rumah, mencuci pakaian keluarga, menjahit
pakaian keluarga.
3
Jenis Kelamin (Seks) Gender
Contoh kodrati Contoh Bukan Kodrati
Melahirkan anak bagi Perempuan Bekerja di luar rumah dan tidak dibayar (kegiatan
sosial kemasyarakatan) bagi laki-laki dan
perempuan.
Menyusui anak/ bayi dengan payudaranya Mengasuh anak kandung, memandikan, mendidik,
bagi Perempuan membacakan buku cerita, menemani tidur.
Menyusui anak bayi dengan menggunakan botol
bagi laki-laki atau perempuan.
Sakit prostat untuk Laki-laki Mengangkat beban, memindahkan barang,
membetulkan perabot dapur, memperbaiki listrik
dan lampu, memanjat pohon/ pagar bagi laki-laki
atau perempuan.
Sakit kanker rahim untuk Perempuan Menempuh pendidikan tinggi, menjadi pejabat
publik, menjadi dokter, menjadi tentara militer,
menjadi koki, menjadi guru TK/SD, memilih
program studi SMK-Tehnik Industri, memilih
program studi memasak dan merias bagi laki-laki
atau perempuan.
Konsep gender menjadi persoalan yang menimbulkan pro dan kontra baik di kalangan
masyarakat, akademisi, maupun pemerintahan sejak dahulu dan bahkan sampai sekarang.
Pada umumnya sebagian masyarakat merasa terancam dan terusik pada saat mendengar kata
‟gender‟. Berdasarkan diskusi dengan berbagai kalangan, keengganan masyarakat untuk
menerima konsep gender disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:3.1
1. Konsep gender berasal dari negara-negara Barat, sehingga sebagian masyarakat
menganggap bahwa gender merupakan propaganda nilai-nilai Barat yang sengaja
disebarkan untuk merubah tatanan masyarakat khususnya di Timur.
2. Konsep gender merupakan gerakan yang membahayakan karena dapat
memutarbalikkan ajaran agama dan budaya, karena konsep gender berlawanan dengan
kodrati manusia.
3. Konsep gender berasal dari adanya kemarahan dan kefrustrasian kaum perempuan
untuk menuntut haknya sehingga menyamai kedudukan laki-laki. Hal ini dikarenakan
kaum perempuan merasa dirampas haknya oleh kaum laki-laki. Di Indonesia tidak ada
masalah gender karena negara sudah menjamin seluruh warga negara untuk
mempunyai hak yang sama sesuai dengan yang tercantum pada UUD 1945.
4. Adanya mind-set yang sangat kaku dan konservatif di sebagian masyarakat, yaitu
mind set tentang pembagian peran antara laki-laki dan perempuan adalah sudah
ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah (misalnya kodrati perempuan adalah
mengasuh anak, kodrati laki-laki mencari nafkah). Namun mind-set ini sepertinya
masih terus berlaku meskipun mengabaikan fakta bahwa semakin banyak perempuan
Indonesia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) ke luar negeri dan mengambil alih
tugas suami sebagai pencari nafkah utama.
Sejarah Pergerakan Feminisme
Gerakan feminisme merupakan gerakan konflik sosial yang dimotori oleh para
pelopor feminisme dengan tujuan mendobrak nilai-nilai lama (patriarkhi) yang selalu
dilindungi oleh kokohnya tradisi struktural fungsional. Gerakan feminism modern di Barat
dimulai pada Tahun 1960-an yaitu pada saat timbulnya kesadaran perempuan secara kolektif
4
sebagai golongan tertindas (Skolnick 1987; Porter 1987). Menurut Skolnick: Some feminists
denounced the family as a trap that turned women into slaves (beberapa feminis menuduh
keluarga sebagai perangkap yang membuat para perempuan menjadi budak-budak). Gerakan
feminisme yang berdasarkan model konflik berkembang menjadi gerakan-gerakan feminisme
liberal, radikal, dan sosialis atau Marxisme (Anderson 1983).
Berdasarkan berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa filsafat feminism sangat
tidak setuju dengan budaya patriarkhi. Budaya patriarki yang berawal dari keluargalah yang
menjadi penyebab adanya ketimpangan gender di tingkat keluarga yang kemudian
mengakibatkan ketimpangan gender di tingkat masyarakat. Laki-laki yang sangat diberi hak
istimewa oleh budaya patriarki menjadi sentral dari kekuasaan di tingkat keluarga. Hal inilah
yang menjadikan ketidaksetaraan dan ketidakadilan bagi kaum perempuan dalam
kepemilikian properti, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan akhirnya kurang
memberikan manfaat secara utuh bagi eksistensi perempuan.
Penghapusan sistem patriarki atau struktur vertikal adalah tujuan utama dari semua
gerakan feminisme, karena sistem ini yang dilegitimasi oleh model struktural-fungsionalis,
memberikan keuntungan laki-laki daripada perempuan. Kesetaraan gender tidak akan pernah
dicapai kalau sistem patriarkat ini masih terus berlaku. Oleh karena itu, ciri khas dari gerakan
feminisme adalah ingin menghilangkan institusi keluarga, atau paling tidak mengadakan
defungsionalisasi keluarga, atau mengurangi peran institusi keluarga dalam kehidupan
masyarakat (Megawangi 1999). Untuk memahami konsep feminisme berikut diuraikan
berdasarkan sejarah berkembangnya gerakan feminisme yang mencakup dua gelombang:
1. Gerakan Gelombang Pertama lebih pada gerakan filsafat di Eropa yang dipelopori
oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet yang pada Tahun 1785,
suatu perkumpulan masyarakat ilmiah untuk perempuan pertama kali didirikan di
Middelburg (Selatan Belanda). Seorang aktivis sosialis utopis bernama Charles
Fourier pada Tahun 1837 memunculkan istilah feminisme yang kemudian tersebar ke
seluruh Eropa dan Benua Amerika. Publikasi John Stuart Mill dari Amerika dengan
judul The Subjection of Women pada Tahun 1869 yang melahirkan feminisme
Gelombang Pertama.
2. Feminisme Gelombang Kedua dimulai pada Tahun 1960, dengan terjadinya
liberalisme gaya baru dengan diikutsertakannya perempuan dalam hak suara di
parlemen. Era Tahun 1960 merupakan era dengan mulai ditandainya generasi “baby
boom” (yaitu generasi yang lahir setelah perang dunia ke-2) menginjak masa remaja
akhir dan mulai masuk masa dewasa awal. Pada masa inilah, masa bagi perempuan
mendapatkan hak pilih dan selanjutnya ikut dalam kancah politik kenegaraan.
Konsep Kesetaraan dan Keadilan Gender
1. Pengertian2.2; 2.3
a. Kesetaraan gender: Kondisi perempuan dan laki-laki menikmati status yang
setara dan memiliki kondisi yang sama untuk mewujudkan secara penuh hak-
hak asasi dan potensinya bagi pembangunan di segala bidang kehidupan.
Definisi dari USAID menyebutkan bahwa “Gender Equality permits women
and men equal enjoyment of human rights, socially valued goods,
opportunities, resources and the benefits from development results.3.5
(kesetaraan gender memberi kesempatan baik pada perempuan maupun laki-
laki untuk secara setara/sama/sebanding menikmati hak-haknya sebagai
manusia, secara sosial mempunyai benda-benda, kesempatan, sumberdaya dan
menikmati manfaat dari hasil pembangunan).
5
b. Keadilan gender: Suatu kondisi adil untuk perempuan dan laki-laki melalui
proses budaya dan kebijakan yang menghilangkan hambatan-hambatan
berperan bagi perempuan dan laki-laki. Definisi dari USAID menyebutkan
bahwa “Gender Equity is the process of being fair to women and men. To
ensure fairness, measures must be available to compensate for historical and
social disadvantages that prevent women and men from operating on a level
playing field. Gender equity strategies are used to eventually gain gender
equality. Equity is the means; equality is the result.3.5 (Keadilan gender
merupakan suatu proses untuk menjadi fair baik pada perempuan maupun laki-
laki. Untuk memastikan adanya fair, harus tersedia suatu ukuran untuk
mengompensasi kerugian secara histori maupun sosial yang mencegah
perempuan dan laki-laki dari berlakunya suatu tahapan permainan. Strategi
keadilan gender pada akhirnya digunakan untuk meningkatkan kesetaraan
gender. Keadilan merupakan cara, kesetaraan adalah hasilnya).
2. Wujud Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam keluarga
a. Akses diartikan sebagai “the capacity to use the resources necessary to be a
fully active and productive (socially, economically and politically) participant
in society, including access to resources, services, labor and employment,
information and benefits”.3.4 (Kapasitas untuk menggunakan sumberdaya
untuk sepenuhnya berpartisipasi secara aktif dan produktif (secara sosial,
ekonomi dan politik) dalam masyarakat termasuk akses ke sumberdaya,
pelayanan, tenaga kerja dan pekerjaan, informasi dan manfaat). Contoh:
Memberi kesempatan yang sama bagi anak perempuan dan laki-laki untuk
melanjutkan sekolah sesuai dengan minat dan kemampuannya, dengan asumsi
sumberdaya keluarga mencukupi.
b. Partisipasi diartikan sebagai “Who does what?”3.3 (Siapa melakukan apa?).
Suami dan istri berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan
atas penggunaan sumberdaya keluarga secara demokratis dan bila perlu
melibatkan anak-anak baik laki-laki maupun perempuan.
c. Kontrol diartikan sebagai ”Who has what?”3.3 (Siapa punya apa?).
Perempuan dan laki-laki mempunyai kontrol yang sama dalam penggunaan
sumberdaya keluarga. Suami dan istri dapat memiliki properti atas nama
keluarga.
d. Manfaat. Semua aktivitas keluarga harus mempunyai manfaat yang sama bagi
seluruh anggota keluarga.
Teori Gender atau Aliran Feminisme3.2
Secara garis besar, aliran aliran feminisme terbagi dalam 2 (dua) kluster yaitu kluster
yang merubah nature (kodrati) perempuan, dan yang melestarikan nature perempuan. Kluster
merubah nature perempuan terdiri atas aliran-aliran Feminisme Eksistensialisme, Feminisme
Liberal, Feminisme Sosialis/ Marxis dan Teologi Feminis. Adapun kluster melestarikan
nature perempuan terdiri atas aliran-aliran Feminisme Radikal dan Ekofeminisme
(Megawangi 1999) (Gambar 3.1).
6
Feminisme Eksistensialisme
Feminisme Liberal
Merubah Nature
Perempuan
Feminisme Sosialis/Marxis
Teologi Feminis
Feminisme Radikal
Melestarikan Nature
Perempuan
Ekofeminisme
Gambar 3.1. Aliran-aliran feminisme (disarikan dari Megawangi 1999).
Aliran-aliran feminisme terdiri atas (Megawangi 1999):
1. Perubahan Nature Perempuan
Tujuannya adalah untuk transformasi sosial dengan mengajak perempuan masuk ke
dunia maskulin. dunia maskulin dapat direbut apabila para perempuan melepaskan
kualitas femininnya dan mengadopsi kualitas maskulin.
a. Feminisme Eksistensialisme:
(1) Bergerak pada tataran individu tentang pentingnya sosialisasi
androgini (persamaan pengasuhan dan perlakuan antara laki-laki dan
perempuan).
(2) Eksistensi diri bukan merupakan kodrati bawaaan, namun dibentuk
oleh lingkungan sosial (Simone De Beauvoir: The Second Sex 1949).
b. Feminisme Liberal:
(1) Tujuannya adalah transformasi sosial melalui perubahan undang-
undang dan hukum agar perempuan dapat mengubah naturenya
sehingga dapat mencapai kesetaraan dengan laki-laki.
(2) Doktrin John Locke (hak asasi manusia untuk hidup, mendapatkan
kebebasan dan mencari kebahagiaan).
c. Feminisme Sosialis/ Marxist:
(1) Tujuannya adalah mencapai masyarakat sosialis yang dilakukan mulai
dari tingkat keluarga. Apabila sistem egaliter dapat tercipta dalam
keluarga, maka hal ini akan tercermin pula dalam kehidupan sosial
keluarga. Keluarga tradisional dikenal sebagai institusi pertama yang
melahirkan kapitalisme dengan sistem patriarkinya. Oleh karena itu,
intitusi keluarga inti harus digantikan dengan keluarga kolektif,
termasuk dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang didominasi
oleh kaum perempuan. Sebagai praksis adalah adanya proses
penyadaran kepada para perempuan bahwa mereka adalah kelas yang
tidak diabaikan. Disamping itu mulai ada propaganda negatif tentang
eksistensi keluarga dan tentang status dan peran ibu sebagai “budak”
dan “mengalami alienasi”. Tujuan propaganda ini adalah untuk
menggalang emotional yang tinggi pada perempuan agar
mendorongnya untuk mengubah keadaan. Jadi pemberdayaan
7
perempuan dalam hal ini adalah untuk memperkuat basis material
perempuan yang mengadopsi kualitas maskulin.
(2) Karl Marx dan Friedrich Engels, memformulasikan kaum perempuan
yang kedudukannya sebagai kaum proletar pada masyarakat kapitalis
Barat.
(3) Tujuannya adalah untuk menghilangkan kelas termasuk institusi
keluarga.
d. Teologi Feminis:
(1) Teologi Feminis adalah pendekatan Marxis yang telah dimodifikasi
melalui pendekatan agama dengan memakai agama untuk
membebaskan perempuan dari belenggu keluarga dan laki-laki. Ide ini
berasal dari pendekatan laki-laki dalam memakai agama untuk
meligitimasi kekuasaannya. Oleh karena itu, kaum perempuan
mengadopsi pendekatan agama agar dapat diubah bukan untuk
melgitimasi pihak penguasa tetapi untuk meligitimasi pembebasan
golongan tertindas, termasuk kaum perempuan.
(2) Merupakan sebuah praksis yaitu bergerak dalam tataran konseptual
dengan mengubah penafsiran dan perubahan hukum-hukum agama.
2. Pelestarian Nature Perempuan
Tujuannya adalah untuk meruntuhkan sistem patriarki, tetapi bukan dengan
menghilangkan nature, melainkan dengan menonjolkan kekuatan kualitas feminin.
Apabila perempuan masuk ke dunia maskulin dengan cara mempertahankan kualitas
femininnya, maka dunia dapat diubah dari struktur hirarkis (patriarkis) menjadi
egaliter (matriarkis).
a. Feminisme Radikal:
(1) Berkembang di USA pada kurun 1960an -1970an.
(2) Ketidakadilan gender bersumber pada perbedaan biologis antara laki-
laki dan perempuan yang hanya dapat termanifestasi dalam institusi
keluarga; Adanya peraturan 1(satu) tahun cuti di Swedia untuk pekerja
perempuan dan 3-6 bulan untuk pekerja laki-laki.
(3) Lembaga perkawinan adalah lembaga formalisasi untuk menindas
perempuan sehingga tujuannya adalah untuk mengakhiri “the tyranny
of the biological family”.
(4) Cenderung membenci makhluk laki-laki sebagai individu atau kolektif.
Lesbian adalah salah satu pembebasan dari dominasi laki-laki.
b. Ekofeminisme:
(1) Ekofeminisme: gerakan yang ingin mengembalikan kesadaran manusia
akan pentingnya dihidupkan kembali kualitas feminin dalam
masyarakat.
(2) Tidak anti keluarga, melainkan mendukung peran keibuan, tetapi
masih menganggap bahwa sistem patriarkis adalah sistem yang
merusak.
(3) Mengkritik para feminis yang menyuruh perempuan membuang nature,
karena dengan semakin banyaknya para perempuan yang mengadopsi
kualitas maskulin, maka dunia tetap berstruktur maskulin, yaitu identik
dengan penindasan.
(4) Sangat peduli dengan kerusakan lingkungan hidup karena
menghilangnya kualitas pengasuhan dan pemeliharaan (kualitas
feminin).
8
(5) Ekofeminisme mempunyai manifesto yang disebut “A Declaration of
Interdependence”.
(6) Mengajak para perempuan untuk bangkit melestarikan kualitas feminin
agar dominasi sistem maskulin dapat diimbangi sehingga kerusakan
alam, degradasi moral yang semakin mengkhawatirkan dapat
dikurangi.
Dengan demikian dapat ditarik garis besar, sebenarnya aliran-aliran feminisme
muncul karena adanya ketimpangan gender atau gender gap yang berkaitan dengan peran dan
kedudukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai
pembangunan yang berkeadilan dan berkesetaraan gender (gender equality) dan keadilan
gender (gender equity), maka harus ada relasi gender yang harmonis antara laki-laki dan
perempuan (Gambar 3.2).









GAP ANTARA PERAN TERCAPAINYA
LAKI-LAKI DAN PEMBANGUNAN YANG
PEREMPUAN BERKEADILAN GENDER
(Akses, Kontrol, EQUALITY & EQUITY
Individu, Keluarga &
Partisipasi & Manfaat)
Masyarakat Sejahtera
PILIHAN STRATEGI ALIRAN FEMINISME
1. Feminisme Eksistensialisme
2. Feminisme Liberal
3. Feminisme Sosialis/Marxis
4. Feminisme Teologi
5. Feminisme Radikal
6. Ekofeminisme
SOLUSINYA...... ALIRAN GENDER APA YANG TEPAT UNTUK INDONESIA?
Harus ada relasi gender yang harmonis mulai dari tingkatan keluarga sampai dengan
masyarakat, yaitu harus ada komunikasi dan perilaku saling menghargai, saling
menghormati dan saling membutuhkan antara laki-laki dan perempuan untuk
menciptakan keharmonisan dan bukan mencipta-kan persaingan dan permusuhan....
tanpa harus melalui aliran spesifik feminisme seperti di atas....
Gambar 3.2. Aliran feminisme, gap dan tujuan pembangunan serta solusi.
Pengertian dan Tehnik Analisis Gender
Analisis gender adalah suatu metode atau alat untuk mendeteksi kesenjangan atau
disparitas gender melalui penyediaan data dan fakta serta informasi tentang gender yaitu data
yang terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam aspek akses, peran, kontrol dan manfaat.
Dengan demikian analisis gender adalah proses menganalisis data dan informasi secara
9
sistematis tentang laki-laki dan perempuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan
kedudukan, fungsi, peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan, serta faktor-faktor
yang mempengaruhi. Syarat utama terlaksananya analisis gender adalah tersedianya data
terpilah berdasarkan jenis kelamin. Data terpilah adalah nilai dari variabel variabel yang
sudah terpilah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan topik bahasan/hal-hal yang
menjadi perhatian. Data terdiri atas data kuantitatif (nilai variabel yang terukur, biasanya
berupa numerik) dan data kualitatif (nilai variabel yang tidak terukur dan sering disebut
atribut, biasanya berupa informasi).
Di lain pihak alat analisis sosial yang telah ada seperti analisis kelas, analisis
diskursus (discourse analysis) dan analisis kebudayaan yang selama ini digunakan untuk
memahami realitas sosial tidak dapat menangkap realitas adanya relasi kekuasaan yang
didasarkan pada relasi gender dan sangat berpotensi menumbuhkan penindasan. Dengan
begitu analisis gender sebenarnya menggenapi sekaligus mengkoreksi alat analisis sosial
yang ada yang dapat digunakan untuk meneropong realitas relasi sosial lelaki dan perempuan
serta akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Analisis gender merupakan alat dan tehnik yang tepat untuk mengetahui apakah ada
permasalahan gender atau tidak dengan cara mengetahui disparitas gendernya. Dengan
analisis gender diharapkan kesenjangan gender dapat diindentifikasi dan dianalisis secara
tepat sehingga dapat ditemukan faktor-faktor penyebabnya serta langkah-langkah pemecahan
masalahnya. Analisis gender sangat penting khususnya bagi para pengambil keputusan dan
perencanaan serta para peneliti akademisi, karena dengan analisis gender diharapkan masalah
gender dapat diatasi atau dipersempit sehingga program yang berwawasan gender dapat
diwujudkan. Secara terinci analisis gender sangat penting manfaatnya, karena:
1. Membuka wawasan dalam memahami suatu kesenjangan gender di daerah pada
berbagai bidang, dengan menggunakan analisis baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
2. Melalui analisis gender yang tepat, diharapkan dapat memberikan gambaran secara
garis besar atau bahkan secara detil keadaan secara obyektif dan sesuai dengan
kebenaran yang ada serta dapat dimengerti secara universal oleh berbagai pihak.
3. Analisis gender dapat menemukan akar permasalahan yang melatarbelakangi masalah
kesenjangan gender dan sekaligus dapat menemukan solusi yang tepat sasaran sesuai
dengan tingkat permasalahannya.
Istilah-istilah yang digunakan dalam Analisis Gender meliputi:3.6; 3.8; 3.9; 3.10
1. Akses adalah peluang atau kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan
sumberdaya tertentu.
2. Peran adalah keikutsertaan atau partisipasi seseorang/ kelompok dalam suatu kegiatan
dan atau dalam pengambilan keputusan.
3. Kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan untuk mengambil
keputusan.
4. Manfaat adalah kegunaan sumberdaya yang dapat dinikmati secara optimal.
5. Indikator adalah alat ukur berupa statistik yang dapat menunjukkan perbandingan,
kecenderungan atau perkembangan.
6. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat dalam rangka
mencari nafkah. Kegiatan ini disebut juga kegiatan ekonomi karena kegiatan ini
menghasilkan uang secara langsung atau barang yang dapat dinilai setara uang.
Contoh kegiatan ini adalah bekerja menjadi buruh, petani, pengrajin dan sebagainya.
7. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang berhubungan erat dengan pemeliharaan dan
pengembangan serta menjamin kelangsungan sumberdaya manusia dan biasanya
10
dilakukan dalam keluarga. Kegiatan ini tidak menghasilkan uang secara langsung dan
biasanya dilakukan bersamaan dengan tanggung jawab domestik atau kemasyarakatan
dan dalam beberapa referensi disebut reproduksi sosial. Contoh peran reproduksi
adalah pemeliharaan dan pengasuhan anak, pemeliharaan rumah, tugas-tugas
domestik dan reproduksi tenaga kerja untuk saat ini dan masa yang akan datang
(misalnya masak, bersih-bersih rumah).
8. Kegiatan kemasyarakatan yang berkaitan dengan politik dan sosial budaya yaitu
kegiatan yang dilakukan anggota masyarakat yang berhubungan dengan bidang
politik, sosial dan kemasyarakatan dan mencakup penyediaan dan pemeliharaan
sumberdaya yang digunakan oleh setiap orang seperti air bersih/ irigasi, sekolah dan
pendidikan, kegiatan pemerintah lokal dan lain-lain. Kegiatan ini bisa menghasilkan
uang dan bisa juga tidak menghasilkan uang.
Ada beberapa teknik analisis gender yang sering digunakan, yaitu Model Harvard;
Model Moser; Model SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Threat) atau Model
Kekuatan, Kelemahan, Kesempatan dan Ancaman; Model GAP (Gender Analysis Pathway)
atau Model Analisis Alur Gender; dan Model ProBA (Problem Based Approach) atau Model
Pendekatan Berbasis Masalah. Dalam buku ini analisis gender yang dibahas hanya dibatasi
pada Model Harvard dan Model Moser saja karena kedua model ini tepat digunakan untuk
analisis kesenjangan gender di tingkat individu dan keluarga.
Teknik Analisis Gender Model Harvard 2.2; 2.3; 2.4; 3.3; 3.4; 3.5
Analisis Model Harvard atau Kerangka Analisis Harvard, dikembangkan oleh
Harvard Institute for International Development, bekerja sama dengan Kantor Women In
Development (WID)-USAID. Model Harvard ini didasarkan pada pendekatan efisiensi WID
yang merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender yang paling awal. Tujuan
kerangka Harvard adalah untuk: (1) Menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi
yang dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki, secara rasional, (2) Membantu para
perencana merancang proyek yang lebih efisien dan memperbaiki produktivitas kerja secara
menyeluruh, (3) Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan
efisiensi dengan tingkat keadilan gender yang optimal, (4) Memetakan pekerjaan laki-laki
dan perempuan dalam masyarakat dan melihat faktor penyebab perbedaan.
Penggunaan kerangka analisis Harvard lebih cocok untuk perencanaan proyek
dibandingkan dengan perencanaan program atau kebijakan. Kerangka ini juga dapat
digunakan sebagai titik masuk (entry point) gender netral dan digunakan bersamaan dengan
kerangka Analisis Moser untuk mencari gagasan dalam menentukan kebutuhan strategik
gender. Kerangka Harvard pada mulanya diuraikan di dalam Overholt, Anderson, Cloud and
Austin, Gender Roles in Development Projects: A Case Book, 1984, Kumarian Press:
Connecticut. Kerangka ini terdiri atas sebuah matriks yang mengumpulkan data pada tingkat
mikro (masyarakat dan rumahtangga), meliputi empat komponen yang berhubungan satu
dengan lainnya.
Secara garis besar kerangka Harvard dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tujuan/ Asumsi adalah: (a) Menunjukkan investasi dan kontribusi ekonomi gender,
(b) Membantu perencanaan proyek yang efisien dan efektif, (c) Mencari informasi
rinci (efisiensi proyek dan pencapaian keadilan dan kesetaraan gender) dan (d)
Memetakan tugas perempuan dan laki-laki di tingkat masyarakat beserta faktor
11
pembeda.
2. Komponen/ Langkah meliputi analisis profil kegiatan 3 (tiga) peran atau triple roles
(terdiri atas peran publik dengan kegiatan produktifnya, peran domestik dengan
kegiatan reproduktifnya dan peran kemasyarakatan dengan kegiatan sosial
budayanya), profil akses dan kontrol dan faktor yang mempengaruhi kegiatan akses
dan kontrol.
Teknik Analisis Gender Model Moser 2.2; 2.3; 2.4; 3.3; 3.4; 3.5; 3.7
Teknik analisis model Moser atau Kerangka Moser dikembangkan oleh Caroline
Moser (Moser 1993) seorang peneliti senior dalam perencanaan gender. Kerangka ini
didasarkan pada pendekatan Pembangunan dan Gender (Gender and Development/ GAD)
yang dibangun pada pendekatan Perempuan dalam Pembangunan (Women in Development/
WID). Kerangka ini kadang-kadang diacu sebagai ”Model Tiga Peranan (Triple Roles
Models). Adapun tujuan dari kerangka pemikiran perencanaan gender dari Moser adalah: (1)
Mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam intervensi-intervensi yang
telah direncanakan, (2) Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-
kebutuhan perempuan adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan-kebutuhan laki-laki, (3)
Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian perhatian kepada
kebutuhan-kebutuhan praktis perempuan dan kebutuhan-kebutuhan gender strategis, (4)
Memeriksa dinamika akses kepada dan kontrol pada penggunaan sumber-sumberdaya antara
perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks ekonomi dan budaya yang berbeda-beda, (5)
Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur dan (6) Membantu
pengklarifikasian batasan-batasan politik dan teknik dalam pelaksanaan praktek perencanaan.
Ada 6 alat yang dipergunakan kerangka ini dalam perencanaan untuk semua
tingkatan, mulai dari tingkatan proyek sampai ke tingkatan perencanaan daerah, yaitu:
1. Alat 1 :Identifikasi Peranan Gender (“Tiga-Peran”, yang mencakup peran produkstif,
reproduktif, dan kemasyarakatan/ kerja sosial) yang mencakup penyusunan
pembagian kerja gender/ pemetaan aktivitas laki-laki dan perempuan (termasuk anak
perempuan dan anak laki-laki) dalam rumahtangga selama periode 24 jam.
2. Alat 2 :Penilaian Kebutuhan Gender. Moser mengembangkan alat ini berdasarkan
konsep yang dikembangkan oleh Maxine Molyneux pada 1984. Penilaian kebutuhan
gender didasari atas kebutuhan perempuan yang berbeda dengan laki-laki karena dan
mempertimbangkan posisi subordinat perempuan terhadap laki-laki dalam
masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan dibedakan atas:
a. Kebutuhan Praktis Gender3.8 berkaitan dengan kebutuhan kehidupan sehari-
hari seperti kebutuhan perempuan akan persediaan sumber air bersih,
makanan, pemeliharaan kesehatan dan penghasilan tunai untuk kebutuhan
rumahtangga, dan pelayanan dasar perumahan. Mengidentifikasi kebutuhan
praktis perempuan sangat penting untuk memperbaiki kondisi kehidupan kaum
perempuan meskipun masih belum dapat merubah posisi subordinat
perempuan.
b. Kebutuhan Strategis Gender3.8 berkaitan dengan keadaan yang dibutuhkan
untuk mengubah posisi subordinat perempuan. Hal ini berhubungan dengan
isu kekuasaan dan kontrol, sampai dengan eksploitasi pembagian kerja
berdasarkan jenis kelamin. Kebutuhan strategis berhubungan dengan
perjuangan penyusunan jaminan hukum terhadap hak-hak legal, penghapusan
tindak kekerasan, upah yang sama/ setara, keset


KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DISTRIK NONGME KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG




KEPEMIMPINAN PEMERINTAHAN DISTRIK NONGME 
KABUPATEN PEGUNUNGAN BINTANG 

DALAM HAL INI KINERJA KEPALA DISTRIK NONGME KURANG MAKSIMALKAN SELAMA - PENJABAT SEBAGAI KEPALA DISTRIK NONGME SAMPAI DENGAN SAAT INI

Kepala Distrik Nongme sudah tidak lagi berfungsi, tidak sejalan dengan Masyarakat Distrik Nongme, sejak dilantik kelala Distrik pertama sampai dengan ke tiga,hingga saat,ini.
Apalagi Mahasiswa Mau bertemu kepala distrik untuk berbincang-bincang bersama Kepala distrik untuk demi memperbaiki bersama jalanya roda kepemimpinan kinerja birokrasi pemerintahan distrik jangan sampai ada yang kesalah pahaman dari masyarakat,setempat dan mahasiswa setempat.
Ternyata malahan beliau lari dari Mahasiswa distrik Nomgme mau diskusi bersama.
Nah,,akibat" seperti ini yang kebanyakan kepala distrik tidak di tempat tugas yang sebenarnya yang di beri amanat oleh pemerintah Kabupaten Pegunungan bintang sejak tahun 2007- 2015 ini.
Maka pemerintah daerah perluh melihat dan menggantikan Kepala-kepala Distrik yang tidak pernah bertugas di tempat di mana beliau di tugaskan.

Dalam hal ini pemerintah pegunungan bintang perluh di gantikan Kepala Distrik Nongme dalam waktu dekat, sebelum saya injak di Distrik Nongme karena itu tanah kelahiran saya tersebut.

 Atas Nama saya  Mahasiswa  Asal Distrik Nongme

PEUS URWAN 
NIM : 12510032

 kab.pegunungan bintang

Provinsi Papua

Terima kasih Banyak 
Pemerintah Kabupaten Pegunungan Bintang. Yang Sudah Kasih Jabatan Seorang Penjabat Kepala Distrik Nongme Yang Sudah Memberikan Jabatan Sebagai Jabatan Kepala Distrik Nongme


KEPALA DISTRIK NONGME
EMAUS URUBMABIN A.Md; SE
  NIP: 1978030252005012002



Di sampaikan 




Oleh : 
Peus Urwan 
Nim : 12510032

M    A    H    A    S    I    S    W    A

Asal Distrik Nongme Kabupaten Pegunungan Bintang 

Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa STPMD " APMD : Yogyakarta

DI KOTA STUDI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ( DIY ) 



Wakil Bangsa Papua – Perumusan Trias-Resolusi Pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua diwujudkan kedalam tiga isu utama yaitu pertama masalah Perizinan yang masih dikuasai oleh Pemerintah Pusat, kedua permasalahan kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia yang dimonopoli oleh jaringan Pusat, dan ketiga permasalahan hilirisasi pertambangan “Smelter” yang fokus pada kepentingan industrialisasi di Pulau Jawa.

Saat ini melalui media nasional, elit Jakarta berusaha mengalihkan pandangan publik nasional dan publik di Tanah Papua, terkait klausul perpanjangan kontrak yang disepakati oleh Pemerintah Pusat bersama pihak Freeport, melalui polemik kenaikan royalty yang seharusnya di terima oleh Pemerintah. Pemerintah Pusat tidak sedang berniat untuk membicarakan negosiasi royalty kepada pihak Freeport, karena target utama Pusat adalah melengkapi kepemilikan saham menjadi 20% menjelang akhir Tahun 2015 ini. Perlu diketahui oleh publik di Tanah Papua, bahwa saat ini Pemerintah Pusat telah menguasai 9,36% kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia. Dan sasaran selanjutnya adalah Pusat berusaha dengan berbagai cara termasuk tetap mempertahankan rezim sentralisasi dalam pengelolaan sumber daya alam di Tanah Papua untuk menekan Pemerintah Daerah di Tanah Papua agar melupakan niat untuk memiliki saham di PT. Freeport Indonesia, yang sedianya harus dilepaskan oleh pihak Freeport di Tahun 2015 ini sebesar 10,64%.

Kemandirian merupakan kunci sukses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang telah menjadi tujuan dari perubahan sistem ketatanegaraan nasional yang lahir pasca era reformasi. Para ahli Tata Negara menyebut penguatan sistem pemerintahan daerah dan penguatan kemandirian daerah untuk mengelola potensi di daerah untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya pembangunan rakyat di daerah disebut sebagai rezim desentralisasi.
Saat ini pendanaan fungsi Pemerintahan Daerah di Tanah Papua mayoritas mengalami ketergantungan terhadap sumber pendanaan Pusat, hal ini bisa dibuktikan dengan tingginya bantuan pendanaan yang bersumber dari Anggaran Pusat yang mencapai 95,66% (Rp 40 Triliun) terhadap seluruh sumber pendanaan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Papua. Sedangkan sisanya berasal dari sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Papua beserta seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua dengan besaran kemampuan pendanaan yang hanya mencapai 4,34% (Rp 1,8 Triliun).

Besaran subsidi Pemerintah Pusat ke Tanah Papua yang mencapai 95,66% (angka ini belum memasukkan Provinsi Papua Barat), menunjukkan tingginya ketergantungan Tanah Papua terhadap Jakarta. Subsidi Pusat yang mencapai 95,66% atau sebesar Rp 40 Triliun merupakan total dana transfer pusat yang terdiri dari Transfer Dana Perimbangan sebesar Rp 26,95 Triliun dan transfer dana lain-lain (termasuk dana otsus) yang mencapai Rp 13,07 Triliun. Dari total Rp 26,95 Triliun transfer dana perimbangan ke seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua, terdapat 75,05% (Rp 20,22 Trilun) dalam bentuk transfer Dana Alokasi Umum (DAU), sebesar 13,84% (Rp 3,72 Triliun) dalam bentuk transfer Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sebesar 11,12% (Rp 2,9 Triliun) dalam bentuk transfer Dana Bagi Hasil. Sedangkan besaran transfer dana lain-lain yang mencapai Rp 13,07 Triliun terdiri dari komposisi transfer dana penyesuaian dan otsus untuk seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Papua yang mencapai Rp 9,5 Triliun.

Setelah mengetahui seberapa parah ketergantungan Tanah Papua dalam menjalankan fungsi desentralisasi Pemerintahan Daerah terhadap sumber pendanaan yang selalu mengharapkan subsidi Pemerintah Pusat, tentunya hal ini merupakan contoh pelaksanaan otonomi daerah yang gagal menjadikan Tanah Papua sebagai daerah yang mampu menjalankan fungsi Pemerintahan dan fungsi pembangunan di daerah. Kegagalan Tanah Papua untuk memperbesar kapasitas pengelolaan sumber pendanaan yang berasal dari kekuatan daerah sendiri, selama ini dibatasi oleh kepentingan pengelolaan sumber daya alam yang sangat besar oleh Pemerintah Pusat. Sehingga daerah seperti Tanah Papua, tidak mendapatkan peran yang cukup untuk mengontrol dan mengelola sumber-sumber pendapatan asli daerah.

Kontrol yang begitu sangat besar terhadap pengelolaan sumber-sumber pendapatan Pusat di Tanah Papua, melalui sentralisasi pengelolaan sumber daya alam, sejatinya sangat merugikan Tanah Papua sebagai daerah penghasil yang berkepentingan dengan pembangunan dikawasannya sendiri. Pandangan publik di Tanah Papua dikelabui oleh hitung-hitungan subdisi Pemerintah Pusat melalui transfer sejumlah pendanaan bagi Pemerintahan Daerah di Tanah Papua. Termasuk di dalamnya alokasi dana Otsus yang seringkali disebut-sebut sangat besar oleh Pemerintah Pusat.

Tanah Papua tidak memiliki cara lain untuk merebut kepentingan pengelolaan keuangan daerah yang benar-benar sehat dan mandiri, serta melepaskan diri dari mentalitas meminta-minta kepada Pemerintah Pusat. Saat ini kesempatan di depan mata telah hadir bagi bangsa Papua untuk merebut salah satu kepentingan dari Tiga Isu Utama (Trias Resolusi Pengelolaan Sumber Daya Alam di Tanah Papua) yaitu dengan merebut kepentingan saham sebesar 10,64% yang saat ini sedang berusaha di rebut dengan berbagai macam cara oleh kepentingan Jakarta.
Mengapa Tanah Papua butuh 10,64% saham PT. Freeport Indonesia saat ini? pertanyaan yang sama pula bagi Elit Jakarta, mengapa Jakarta berambisi untuk merebut kembali 10,64% saham yang dimiliki oleh PT. Freeport Indonesia? Bukankah Jakarta sudah menguasai 9,36% saham milik PT. Freeport Indonesia?

Pertanyaan diatas menggugah keingintahuan kita semua, mengapa Jakarta sangat berambisi untuk merebut porsi saham sebesar 10,64%, untuk menggenapi kepemilikan saham PT. Freeport Indonesia oleh Pusat menjadi 20%. Perebutan kepentingan saham saat ini oleh Jakarta, jauh lebih penting dibandingkan Pemerintah Pusat membicarakan negosiasi Royalty yang diterima oleh Pemerintah dari setiap produksi pertambangan yang dikuasai oleh PT. Freeport Indonesia. Sebab pendapatan dari kepemilikan saham, pada faktanya jauh lebih besar dari sekedar meributkan berapa besar Royalty yang di peroleh oleh Pemerintah.

Untuk mengetahui sejauh mana, dampak kepemilikan saham di PT. Freeport Indonesia menentukan seberapa besar perolehan keuntungan yang dapat diterima oleh Pusat apabila mereka mampu menambah alokasi saham yang dimiliki oleh PT. Freeport Indonesia. Mari kita memulai analisis kali ini dengan mentracking data sebulan terakhir transaksi saham Freeport McMoran, Inc. (induk PT. Freeport Indonesia), untuk menghitung seberapa besar share (particapiting of interest) dari komposisi saham PT. Freeport Indonesia terhadap transaksi saham di Bursa Saham Newyork (New York Stock Exchange) yang diwakilkan oleh Induk Perusahaan Freeport McMoran, Inc., tentunya kita harus membuka data transaksi saham yang dimiliki oleh Perusahaan multinasional tersebut.

Dengan melihat data transaksi saham Freeport McMoran, Inc., sebulan terakhir dapat memberikan referensi kepada rakyat di Tanah Papua, seberapa besar perputaran uang yang dapat dikuasai secara langsung oleh para pemilik saham, termasuk saat ini nilai saham yang telah dikuasai oleh Pemerintah Pusat di PT. FI (9,36%), dan perebutan kepentingan saham sebesar 10,64% saham tambahan PT. FI oleh kepentingan Pusat dan rakyat di Tanah Papua.
Perhitungan nilai transaksi saham Freeport McMoran, Inc., dimulai dari 15/September/2015 – 15/Oktober/2015 yang tercatat dalam New York Stock Exchange, menunjukkan nilai volume transaksi di tanggal 15/September/2015 sebesar 28 Juta dengan mean harga pervolume saham sebesar           11,3 USD sehingga total nilai transaksi mencapai 316,4 Juta USD, transaksi di tanggal 16/September/2015 volume sebesar 29,8 Juta (mean 11,63 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 347,2 Juta USD, transaksi di tanggal 17/September/2015 volume sebesar 48,8 Juta (mean 12,08 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 589,4 Juta USD, transaksi di tanggal 18/September/2015 volume sebesar 79,1 Juta (mean 10,99 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 869 Juta USD, transaksi di tanggal 21/September/2015 volume sebesar 33,2 Juta (mean 10,71 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 354,9 Juta USD, transaksi di tanggal 22/September/2015 volume sebesar 91,5 Juta (mean 10,25 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 937,4 Juta USD.

Nilai transaksi saham di tanggal 23/September/2015 volume sebesar 34 Juta (mean 10,32 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 350,8 Juta USD, transaksi di tanggal 24/September/2015 volume sebesar 46,9 Juta (mean 9,85 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 462,2 Juta USD, transaksi di tanggal 25/September/2015 volume sebesar 46,4 Juta (mean 9,84 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 456,7 Juta USD, transaksi di tanggal 28/September/2015 volume sebesar 49,3 Juta (mean 8,99 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 443,7 Juta USD, transaksi di tanggal 29/September/2015 volume sebesar 27,2 Juta (mean 9,11 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 248,2 Juta USD, transaksi di tanggal 30/September/2015 volume sebesar 42,1 Juta (mean 9,51 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 400,9 Juta USD.

Nilai transaksi di tanggal 1/Oktober/2015 volume sebesar 31,3 Juta (mean 9,82 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 307,1 Juta USD, transaksi di tanggal 2/Oktober/2015 volume sebesar 39,5 Juta (mean 10,14 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 400,7 Juta USD, transaksi di tanggal 5/Oktober/2015 volume sebesar 38,4 Juta (mean 10,9 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 418,9 Juta USD, transaksi di tanggal 6/Oktober/2015 volume sebesar 53,9 Juta (mean 11,62 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 626,1 Juta USD, transaksi di tanggal 7/Oktober/2015 volume sebesar 93,7 Juta (mean 12,84 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 1202,5 Juta USD, transaksi di tanggal 8/Oktober/2015 volume sebesar 52,3 Juta (mean 13,17 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 688,3 Juta USD, transaksi di tanggal 9/Oktober/2015 volume sebesar 51,7 Juta (mean 13,69 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 707,6 Juta USD, transaksi di tanggal 12/Oktober/2015 volume sebesar 30,7 Juta (mean 13,04 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 400,1 Juta USD, transaksi di tanggal 13/Oktober/2015 volume sebesar 30,89 Juta (mean 12,64 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 390,3 Juta USD, transaksi di tanggal 14/Oktober/2015 volume sebesar 27,6 Juta (mean 12,78 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 352,8 Juta USD, dan transaksi di tanggal 15/Oktober/2015 volume sebesar 25,9 Juta (mean 13,02 USD) dengan nilai transaksi saham mencapai 337,6 Juta USD.

Dengan demikian sepanjang sebulan transaksi (periode 15/September/2015 – 15/Oktober/2015 ) total transaksi saham Freeport McMoran Inc., mencapai 11,6 Miliar USD atau setara dengan Rp 156 Triliun (referensi Kurs 13449,38 per USD tanggal 15/Oktober 2015). Perlu menjadi catatan penting, bahwa penggunaan data sebulan terakhir di Bulan September – Oktober 2015 merupakan penggunaan salah satu nilai rujukan terendah nilai transaksi saham Freeport McMoran Inc., disepanjang periode 2015 ini, sebagai dampak dari penurunan harga emas dunia. Untuk memahami pergerakan nilai saham Freeport McMoran Inc., disepanjang Tahun 2015 ini dapat dilihat sebagai berikut: nilai mean saham di bulan Oktober (1/Oktober – 21/Oktober) sebesar 12,17 USD, nilai mean saham di bulan September (1/September – 30/September) sebesar 10,43 USD, nilai mean saham di bulan Agustus (1/Agustus – 31/Agustus) sebesar 10,17 USD, nilai mean saham di bulan Juli (1/Juli – 31/Juli) sebesar 15,40 USD, nilai mean saham di bulan Juni (1/Juni – 30/Juni) sebesar 19,84 USD, nilai mean saham di bulan Mei (1/Mei – 31/Mei) sebesar 22,12 USD, nilai mean saham di bulan April (1/April – 30/April) sebesar 20,19 USD, nilai mean saham di bulan Maret (1/Maret- 31/Maret) sebesar 19,12 USD, nilai mean saham di bulan Februari (1/Februari – 28/Februari) sebesar 19,90 USD, dan nilai mean saham di bulan Januari (1/Januari – 31/Januari) sebesar 20,32 USD.

Dengan referensi terendah nilai saham di bulan September – Oktober 2015, nilai transaksi saham Freeport McMoran mencapai Rp 156 Triliun, bagaimana dengan potensi transaksi saham selama setahun? Freeport McMoran dapat melipatgandakan keuntungan saham mereka selama setahun hingga mencapai Rp 1872 Triliun (dengan referensi nilai transaksi terendah dan asumsi sepanjang setahun sama). Tentunya Freeport McMoran merupakan induk perusahaan PT. Freeport Indonesia yang menguasai cadangan emas terbesar dikawasan kepulauan pasifik yang terletak di Tanah Papua. Berapapun kontribusi PT. Freeport Indonesia terhadap transaksi saham di induk Perusahaan Freeport McMoran di New York Stock Exchange, faktanya nilai transaksi dengan asumsi nilai saham terendah yang secara konstan diperoleh disepanjang satu tahun, memiliki potensi pendapatan yang mencapai Rp 1872 Triliun.

Besaran pendapatan saham yang mencapai Rp 1872 Triliun, hanyalah nilai transaksi dari hasil memperdagangkan setiap lembar saham yang ditawarkan ke publik internasional, melalui presentasi portofolio kekayaan yang dimiliki oleh Freeport McMoran termasuk kekayaan gunung emas yang tidak terbatas di Tanah Papua. Melalui transaksi saham di New York Stock Exchange, sejatinya Freeport juga turut serta memperjualbelikan seluruh cadangan emas di pegunungan tengah Tanah Papua (baik cadangan proven dan cadangan probable) disetiap harinya untuk menarik keuntungan pendanaan dari seluruh dunia. Perhitungan diatas belum membahas seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari hasil produksi konsentrat mineral emas dan hasil produksi olahan emas melalui smelter yang dapat diperoleh oleh Freeport McMoran.

Inilah sebabnya mengapa Pemerintah Pusat berusaha dengan berbagai macam cara untuk mengendalikan arus informasi yang boleh/tidak boleh dicerna oleh publik nasional, termasuk rakyat di Tanah Papua. Seolah-olah isu utama Pemerintah Pusat pada hari ini adalah menegosiasikan kenaikan pendapatan negara dari sektor royalty. Dan berusaha menutup rapat-rapat setiap informasi yang mengaitkan ambisi Pusat untuk menambah presentasi kepemilikan saham, yang sebelumnya hanya sebesar 9,36% menjadi 20%, melalui perebutan kepemilikan saham yang wajib dilepaskan oleh PT. Freeport Indonesia sebesar 10,64%.

Kepentingan Tanah Papua pada hari ini adalah menagih komitmen Pemerintah Pusat untuk menjalankan perintah konstitusi dalam rangka memperkuat peran desentralisasi Pemerintahan Daerah di Tanah Papua, dimana daerah merupakan ujung tombak pelaksanaan setiap fungsi-fungsi Pemerintahan dan fungsi pembangunan. Mengendalikan dan mengontrol pengelolaan kekayaan sumber daya alam yang saat ini dikuasai oleh PT. Freeport Indonesia yang dilakukan oleh rezim sentralisasi yang bertahan hingga hari ini, telah menjadikan Tanah Papua sebagai daerah yang terus menerus mengalami ketergantungan pendanaan dari subsidi Pusat. Tampak kontras dengan pengelolaan kekayaan alam yang melimpah di Tanah Papua, justru melahirkan kemiskinan absolut bagi sebagian besar rakyat di Tanah Papua.

Eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia di Tanah Papua, tergantung dari seberapa serius Republik ini dapat memberikan hak konstitusional rakyat di Tanah Papua untuk hidup secara bebas dan merdeka “merdeka dari kontrol pengelolaan sumber daya alam, merdeka dari neo-kolonialisme korporasi dan kepentingan elit Jakarta, merdeka dari ketergantungan subsidi Pemerintah Pusat, merdeka dari pemiskinan secara sistematis melalui perampasan hak pengelolaan sumber daya alam yang masih sentralistik“. Inilah tujuan dari esensi bangsa Papua Menggugat Republik, sebab para stakeholder di Tanah Papua masih menaruh kepercayaan kepada Republik ini, untuk benar-benar menegakkan konstitusi dan menjadikan bangsa Papua sebagai bangsa yang setara dalam membangun peradaban bangsa-bangsa nusantara.