PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI INDUSTRI KERAJINAN
KAYU
(Penelitian Deskriptif
Kualitatif di Kajeng Handycraft
Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta)
SKRIPSI
PEUS URWAN
NO. MHS. 12510032
PROGRAM
STUDI ILMU SOSIATRI
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD” YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau
keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu pemikiran
yang tidak dapat dilepaskan dari paradigma pembangunan yang berpusat pada
rakyat. Setiap upaya pemberdayaan harus diarahkan pada penciptaan suatu
lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati kehidupan yang jauh
lebih baik. Pemberdayaan senantiasa mempunyai dua pengertian yang saling
terkait (Murniati,
2008:8).
Masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan,
dan pihak yang menaruh keperdulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah
pengetahuan serta penghasilannya, sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan diri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasaan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat,
malainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan,
menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan
pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan,
dan berpartisipan dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang
mempengaruhi mereka (Suharto, 2014:58).
Pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Salah
satu pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi kreatif adalah industri kecil dan
menengah. Ekonomi kreatif merupakan sumberdaya ekonomi masyarakat yang diyakini
dapat menjawab tantangan permasalahan dasar ekonomi dalam jangka pendek dan
menengah bangsa, relatif rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis (rata-rata
hanya 4,5% per tahun), masih tingginya pengangguran (9-10%), tingginya tingkat
kemiskinan (16-17%), rendahnya daya saing industri (Studi Industri Kreatif
Indonesia, 2008:2).
Ekonomi kreatif secara umum memiliki 5 (lima) permasalahan utama yang
menjadi pokok perhatian dan rencana pengembangan industri kreatif untuk
pencapaian 2015, yaitu kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sebagai
pelaku dalam industri kreatif, iklim kondusif untuk memulai dan menjalankan
usaha di industri kreatif, penghargaan terhadap karya kreatif yang dihasilkan,
percepatan pertumbuhan teknologi informasi dan komunikasi, lembaga pembiayaan
yang mendukung industri kreatif (Pangestu dalam Zahara dan Darman, 2015:372).
Berdasarkan hasil survei dan perhitungan Badan Pusat
Statistik (BPS), kontribusi UMKM terhadap PDB (tanpa migas) pada Tahun 1997
tercatat sebesar 62,71 persen dan pada Tahun 2002 kontribusinya meningkat
menjadi 63,89 persen. Di sisi lain, menurut data sementara Kementerian Koperasi
dan Usaha Kecil Menengah (2005) pada tahun 2003, kontribusi UKM dalam ekspor
hanya sebesar 16% dari total ekspor (4% berasal sektor usaha kecil dan 12%
berasal dari usaha menengah). Gambaran ini menunjukkan bahwa kemampuan produk
UMKM untuk dapat bersaing di pasar global masih rendah. Menurut Tambunan (1999)
keunggulan UKM dalam ekspor karena mengandalkan pada keahlian tangan (hand
made), seperti pada kerajinan perhiasan dan ukiran kayu. Jenis kegiatan
semacam ini lebih labor intensive di bidang usaha besar yang cenderung
bersifat capital intensive (BPS, 2012:57).
Sedangkan pada Tahun 2016 kontribusi
sektor UKM terhadap PDB semakin menggeliat dalam lima tahun terakhir.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) mencatat kontribusi sektor
UKM meningkat dari 57,84 persen menjadi 60,34 persen. Tidak hanya itu, sektor
UKM juga telah membantu penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Serapan tenaga
kerja pada sektor UKM tumbuh dari 96,99 persen menjadi 97,22 persen dalam
periode lima tahun terakhir. Adapun, dari 15 subsektor ekonomi kreatif yang
dikembangkan, tiga di antaranya tercatat berkontribusi paling besar terhadap
PDB yaitu kuliner sebesar Rp.209 triliun atau 32,5 persen, fesyen sebesar
Rp.182 triliun atau 28,3 persen, dan kerajinan sebesar Rp.93 triliun atau 14,4
persen. Kemudian kontribusi sektor UKM terhadap ekspor Indonesia pada Tahun 2016 hanya 15,8 persen.
Angka tersebut tertinggal jika dibandingkan dengan negara Asia Tenggara
lainnya, misalnya, Thailand sebesar 29,5 persen, dan Filipina 20 persen. Akses
sektor umum terhadap rantai nilai pasok produksi global nyatanya juga minim,
yaitu, 0,8 persen. Hal ini menunjukkan sebagian besar pelaku UKM tidak memiliki
akses dan informasi ke pasar global. Hal ini merupakan tantangan sekaligus
pekerjaan rumah yang harus kami tangani secara bersama (https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20161121122525-92-174080/kontribusi-umkm-terhadap-pdb-tembus-lebih-dari-60-persen/.,
diakses 26 Oktober 2017).
Oleh karena itu, pengembangan
industri kecil perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah
maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi
lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi
tumbuh dan berkembangnya industri kecil. Pengembangan industri kecil melalui
pendekatan pemberdayaan usaha, perlu memperhatikan aspek sosial dan budaya di
masing-masing daerah, mengingat usaha kecil pada umumnya tumbuh dari masyarakat
secara langsung. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan
industri kecil di samping mengembangkan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusianya (SDM) (Jhingan, 2004:426).
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang terdiri dari
empat kabupaten dan satu kota besar. Salah satu kabupaten yang memiliki
berbagai jenis usaha kecil dan menengah adalah wilayah Kabupaten Bantul.
Kegiatan ekonomi produktif di Bantul saat ini mulai menggeliat lagi, setelah
sebelumnya pada tahun 2006 dilanda bencana gempa bumi yang sempat
memporakporandakan Wilayah Bantul sehingga segala jenis kegiatan perekonomian
yang ada lumpuh total. Namun mulai tahun 2008 masyarakat Bantul telah bangkit
kembali, kegiatan perekonomian telah menunjukkan adanya peningkatan. Usaha
kecil menengah yang banyak tumbuh di wilayah Bantul adalah industri kerajinan.
Industri kerajinan yang ada di wilayah Bantul diantaranya; kerajinan batik,
kerajinan gerabah, kerajinan berbahan kayu, industri kulit, kerajinan berbahan
bambu, kerajinan patung, kerajinan logam, dan berbagai industri makanan
tradisional (Endarwati, dkk., 2010:396).
Dalam upaya pemberdayaan masyarakat desa, Pemerintah Daerah Kabupaten
Bantul mencatat bahwa pada Tahun 2011
industri kerajinan kecil di wilayahnya telah mampu menyerap sekitar 2.307
penduduknya. Sedangkan pada Tahun 2012
jumlah tenaga kerja yang terserap, industri yang berlokasi di Kabupaten Bantul
mampu menyerap tenaga kerja terbesar dengan jumlah 83.799 orang (BPS DIY,
2012). Selama ini, produk kerajinan dari Bantul antara lain di ekspor ke Belanda,
Korea, Amerika, Jerman, dan Turki.
Nilai ekspor Kabupaten Bantul selama tahun 2011 mencapai 4.407 juta dolar AS
(Lakip Kabupaten Bantul Tahun 2011). Kemudian pada Tahun 2016 Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah,
dan Perindustrian Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta mencatat
keberadaan industri mikro, kecil, dan menengah di daerahnya mampu menyerap
95.164 tenaga kerja dari total sebanyak 21.567 industri mikro, kecil, dan
menengah yang ada di Bantul (BPS DIY, 2016). Kabupaten Bantul juga memiliki sekitar 17 ribu UKM
berpotensi ekspor yang tersebar di 73 sentra industri. Industri
mikro dan kecil di Bantul yang sebanyak itu merupakan yang terdata hingga akhir
Tahun 2016,
mayoritas usahanya bergerak di sektor kerajinan tangan dan industri kreatif di
sejumlah sentra-sentra kerajinan.
Jumlah
industri mikro kecil dan tenaga kerja yang terdata di dinas tersebut mengalami
peningkatan jumlah dari Tahun 2015
yang
sekitar 20 ribuan industri dengan penyerapan tenaga kerja sekitar 90 ribu orang
(BPS DIY, 2016:176).
Salah satu produk unggulan dalam industri handycraft sebagai upaya pemberdayaan masyarakat desa di daerah
Kabupaten Bantul adalah produk kerajinan kayu. Sebagai daerah pedesaan, potensi
daerah Bantul sangat mendukung berkembangnya industri kerajinan kayu. Tumbuhan
kayu sangat mudah didapatkan di daerah Bantul. Hampir di seluruh wilayah Bantul
dapat dijumpai tumbuhan kayu seperti pohon jati, pahon mahoni, pohon sengon,
dan sebagainya. Kondisi tersebut menjadikan tumbuh dan berkembangnya industri
kerajinan kayu di Bantul, karena untuk masalah bahan baku, para pengrajin tidak
merasa terkendala dalam memerolehnya (Endarwati, dkk., 2010:397).
Industri kecil sebagai industri handycraft untuk pemberdayaan masyarakat
desa yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Kajeng Handycraft, dimana UKM ini bergerak di bidang kerajinan mainan
edukatif dengan bahan kayu. Kayu yang mereka gunakan adalah jenis kayu jati,
kayu mahoni dan kayu sengon. Untuk mendapatkan suplai bahan baku kayu, kedua
UKM ini tidak mengalami kesulitan, mereka mendapatkannya dari sekitar wilayah Bantul,
Gunung Kidul, dan Jawa Tengah. Bahkan untuk lebih menghemat dalam pengadaan
bahan baku, kedua UKM memanfaatkan limbah/sisa kayu yang dibeli dari perusahaan
furnitur, dengan harga untuk limbah kayu jati sebesar Rp. 2.000.000 tiap satu
truk, dan rata-rata setiap bulan mampu menghabiskan bahan baku sebanyak 4 truk.
Hal yang mendukung terkait partisipasi masyarakat dalam
industri Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta adalah peralatan produksi yang dimiliki Kajeng Handycraft sudah cukup
memadai karena pasca gempa Mei 2006 telah mendapatkan bantuan peralatan dari
negara Jepang. Namun yang menjadi permasalahan atau kendalanya adalah
karyawannya belum memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam maintenance mesin,
sehingga apabila ada kerusakan mesin, produksi harus berhenti dahulu menunggu
proses perbaikan yang dilakukan. Hal ini menyebabkan proses produksi
membutuhkan waktu yang lebih lama. Selain itu hasil pemotongan dari mesin
gergaji yang dimiliki masih menyisakan bahan yang harus di-finishing lebih
lanjut. Penyebabnya adalah mata gergaji circle
yang sudah tidak tajam lagi, sedangkan Kajeng Handycraft ini tidak memiliki mesin gerinda untuk mengasah mata
gergaji. Kemampuan masyarakat dalam maintenance
mesin juga sangat kurang, sehingga proses produksi sering terhenti akibat ada
kerusakan mesin. Kajeng Handycraft ini sangat mengharapkan memiliki mesin radial arm
saw dimana posisi pisau gergajinya dapat digerakkan maju mundur sehingga
sangat efisien dalam proses pemotongan.
Proses produksi yang dijalani oleh Kajeng Handycraft ini
hampir sama yaitu diawali dengan proses pemotongan kayu dengan mesin atau
gergaji (scroll) kemudian dibentuk menjadikepingan-kepingan kayu (puzzle).
Setelah itu dilanjutkan dengan proses finishing melalui pengerjaan
pendempulan, pengamplasan kayu secara manual maupun menggunakan mesin.
Selanjutnya pengecatan agar kelihatan menarik dan memiliki daya saing yang
kompetitif. Produk yang dihasilkan Kajeng Handycraft antara lain; berbagai mainan edukatif seperti
permainan blok kayu, permainan potongan gambar, huruf-huruf, binatang, kereta,
mobil, truk, pesawat dan lain-lain, yang berguna bagi perkembangan awal masa
kanak-kanak, bahkan ada peralatan olah raga berupa stik baseball. Produk Kajeng Handycraft dipasarkan
dengan harga cukup bervariasi mulai dari Rp. 15.000 hingga Rp. 300.000. Namun
desain produk yang dihasilkan dirasa masih monoton dan kurang bervariasi,
sehingga diperlukan bimbingan atau pelatihan dalam desain produk. Kapasitas
produksi Kajeng
Handycraft ini
mampu berproduksi sekitar 10.000 unit per bulan dengan omzet per bulan sekitar
Rp. 262.500.000. Pangsa pasarnyapun cukup luas, baik di dalam negeri maupun
pasar ekspor.
Hasil observasi peneliti di industri Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta diketahui bahwa dapat diidentifikasi
permasalahan terkait dengan kendala dalam pengembangan partisipasi masyarakat
sebagai wujud dari pemberdayaan masyarakat di Kajeng
Handycraft, yaitu Kajeng Handycraft memerlukan inovasi dan
transfer teknologi berupa penambahan mesin dan peralatan proses produksi,
Kajeng Handycraft memerlukan
perbaikan manajemen usaha, Kajeng Handycraft
memerlukan peningkatan motivasi kerja karyawan yang sebagian besar masyarakat
desa setempat, Kajeng Handycraft
belum memiliki kemampuan mendesain menggunakan program komputer, dan Kajeng Handycraft belum memiliki bentuk packaging yang menarik.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, peneliti berkeinginan untuk
melakukan penelitian dengan judul “Pemberdayaan Masyarakat Melalui Industri Kerajinan Kayu (Penelitian
Deskriptif Kualitatif di Kajeng Handycraft
Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta)”.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah bentuk pemberdayaan masyarakat
melalui industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo,
Sewon, Bantul, Yogyakarta?
2. Bagaimanakah faktor penghambat dan faktor
pendukung
industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian adalah:
1. Untuk mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat
melalui industri kerajinan kerajinan Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan faktor pendukung industri kerajinan kayu
Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian
ini adalah:
1.
Manfaat Teoritis
Secara teoritis dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat
memperluas pengetahuan bidang ilmu Sosiatri dan dijadikan khasanah kepustakaan
sebagai pedoman dalam penelitian yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat
melalui industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
2.
Manfaat Praktis
Hasil tersebut secara praktis diharapkan
dapat memberikan masukan bagi industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat.
E. Kerangka
Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini merupakan serangkaian teori-teori yang
melandasi penelitian tentang pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Oleh karena itu, konsep yang dipaparkan dalam penelitian ini meliputi; teori empowering (pemberdayaan) masyarakat,
partisipasi masyarakat dalam
industri, industri handycraft.
1. Teori Empowering (Pemberdayaan)
a. Empowering
(Pemberdayaan)
Definisi pemberdayaan dalam arti sempit
yang berkaitan dengan sistem pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English Dictionary kata ”empower” mengandung dua
arti. Pengertian pertama adalah to give power of authority dan
pengertian kedua berarti to give ability to or enable dalam pengertian
pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuasaan, atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain, sedangkan, dalam pengertian kedua,
diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau keberdayaan (dalam
Murniati, 2008:21). Pemberdayaan (empowerment) menurut Ife (dalam
Suharto, 2014) diartikan sebagai pemberian atau peningkatan kekuasaan (power)
kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantage).
Menurut Parsons (dalam Suharto, 2014:66) pemberdayaan masyarakat berarti
memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk berkreasi melalui keterampilan
yang dimiliki dalam menciptakan sesuatu yang dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
Selanjutnya, Soeharto (dalam Firmansyah, 2012:2) menjelaskan hasil
akhir proses pemberdayaan adalah suatu keberdayaan. Adapun parameter
keberdayaan adalah: (1) tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah (power
to); (2) tingkat kemampuan meningkatkan kapasitas untuk
memperoleh akses (power within); (3) tingkat kemampuan menghadapi
hambatan (power over); (4) tingkat kemampuan kerjasama dan solidaritas (power
with). Keempat parameter tersebut berkaitan erat dengan adanya perubahan
pola pikir, budaya, dan kebiasaan. Dengan demikian, dibutuhkan waktu yang
relatif lama (5-6 tahun) untuk mencapai suatu keberdayaan, mengingat merubah
budaya dan kebiasaan hidup masyarakat adalah bukan hal yang mudah (Pangesti,
2012:3).
Sedangkan proses pemberdayaan dalam
konteks aktualisasi diri berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan
individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu tersebut
baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge).
Seseorang tokoh pendidikan Paulo Freire, berpendapat bahwa pendidikan
seharusnya dapat memberdayakan dan membebaskan para peserta didiknya, karena
dapat mendengarkan suara dari peserta didik. Hal yang dimaksud suara adalah
segala asprasi maupun segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut
(Murniati, 2008:14).
Pranaka dan Moeljanto (dalam Firmansyah, 2012:4) menjelaskan
konsep pemberdayaan (empowerment) dilihat dari perkembangan konsep dan
pengertian yang disajikan dalam beberapa catatan kepustakaan, dan penerapannya
dalam kehidupan masyrakat. Pemahaman
konsep dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis dari
perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat. Perlu upaya
mengaktualisasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan alam pikiran dan
kebudayaan Indonesia. Namun empowerment hanya akan mempunyai arti kalau
proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi dari kebudayaan, baliknya menjadi
hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan koaktualisasi aksestensi
manusia (Murniati,
2008:21).
Pada intinya pemberdayaan adalah
membantu klien untuk memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan
tindakan yang akan dilakukan terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi
hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan
rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan
transfer daya dari lingkungannya (Onny dan Pranaka,
1996:2-8).
b. Hakekat
dan Tujuan Pemberdayaan Masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai dalam
pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri.
Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan
apa yang mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat adalah merupakan suatu
kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh kemampuan untuk
memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi
mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya
kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik, afektif,
dengan mengerahkan sumberdaya yang di miliki oleh lingkungan internal
masyarakat tersebut.
Terjadinya keberdayaan pada empat aspek
tersebut (afektif, kognitif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi
pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan, dalam masyarakat
akan terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan kecakapan-keterampilan
yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar
akan kebutuhan tersebut (Sulistiyani, 2004:79).
c.
Tahap-tahap Pemberdayaan
Menurut Sumodingningrat (2004:41)
pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu
untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar
tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui
suatu masa proses belajar, hingga mencapai status, mandiri. Meskipun demikian
dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan
semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami
kemunduran lagi.
Sebagaimana disampaikan di muka bahwa
proses belajar dalam rangka pemberdayaan akan berlangsung secara bertahap.
Tahap-tahap yang harus dilalui adalah (Sumodingningrat, 2004:41):
1)
Tahap
penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga
merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2)
Tahap
transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar
terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil
peran di dalam pembangunan.
3)
Tahap
peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif
dan kemampuan inovatif untuk mehantarkan pada kemandirian.
d. Sasaran Pemberdayaan
Perlu dipikirkan siapa yang sesungguhnya
menjadi sasaran pemberdayaan. Schumacher memiliki pandangan pemberdayaan
sebagai suatu bagian dari masyarakat miskin dengan tidak harus menghilangkan
ketimpangan struktural lebih dahulu. Masyarakat miskin sesungguhnya juga
memiliki daya untuk membangun, dengan demikian memberikan “kail jauh lebih
tepat daripada memberikan ikan (Sumodingningrat, 2004:47).
e.
Pendekatan Pemberdayaan
Akibat dari pemahaman hakikat pemberdayaan yang berbeda-beda, maka
lahirlah dua sudut pandang yang bersifat kontradiktif, kedua sudut pandang
tersebut memberikan implikasi atas pendekatan yang berbeda pula di dalam
melakukan langkah pemberdayaan masyarakat. Pendekatan yang pertama memahami
pemberdayaan sebagai suatu sudut pandang konfliktual. Munculnya cara pandang
tersebut didasarkan pada perspektif konflik antara pihak yang memiliki daya
atau kekuatan di satu sisi, yang berhadapan dengan pihak yang lemah di sisi
lainya. Pendapat ini diwarnai oleh pemahaman bahwa kedua pihak yang berhadapan
tersebut sebagai suatu fenomena kompetisi untuk mendapatkan daya, yaitu pihak
yang kuat berhadapan dengan kelompok lemah (Sumodingningrat, 2004:43).
Penuturan yang lebih simpel dapat disampaikan, bahwa proses pemberian
daya kepada kelompok lemah berakibat pada berkurangnya daya kelompok lain.
Sudut ini lebih di pandang popular dengan istilah zero-sum. Pandangan
kedua bertentangan dengan pandangan pertama. Jika pada pihak yang berkuasa,
maka sudut pandang kedua berpegang pada prinsip sebaliknya, maka terjadi proses
pemberdayaan dari yang berkuasa/berdaya kepada pihak yang lemah justru akan
memperkuat daya pihak pertama. Dengan demikian kekhawatiran yang terjadi pada
sudut pandang kedua. Pemberi daya akan memperoleh manfaat positif berupa
peningkatan daya apabila melakukan proses pemberdayaan terhadap pihak yang
lemah. Oleh karena itu keyakinan yang dimiliki oleh sudut pandang ini adanya
penekanan aspek generatif. Sudut pandang demikian ini popular dengan nama positive-sum
(Sumodingningrat, 2004:58).
2. Industri Kerajinan Tangan
a. Pengertian Industri
Menurut Utoyo (2009:32)
pengertian industri terbagi menjadi dua yaitu secara sempit dan secara luas.
Secara sempit industri adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan manusia dalam
mengolah bahan mentah yang ada untuk dijadikan barang setengah jadi atau
mengolah barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki kegunaan bagi
kepentingan manusia. Sedangkan secara luas industri adalah segala kegiatan
manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial dalam rangka
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan menurut Kartasapoetra (1997:17),
industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi lagi penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun industri dan
perekayasaan industri. Lain halnya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan
sarana dan peralatan, misal mesin.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
(dalam Teradita, 2010:32) industri adalah suatu unit atau kesatuan produksi
yang terletak pada suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan untuk mengubah
bahan baku dengan mesin atau kimia atau dengan tangan menjadi produk baru, atau
mengubah barang-barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi
nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut pada konsumen akhir.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang di
dalamnya terdapat kegiatan dalam memproses atau mengolah barang mentah, barang
setengah jadi, dan atau barang jadi dengan menggunakan sarana dan peralatan
untuk merubah sesuatu yang tidakberguna menjadi barang yang memiliki kegunaan
atau nilai yang lebih tinggi yang dapat membantu memenuhi atau melayani
kebutuhan manusia. Dalam hal ini industri kerajinan kain perca mengolah kain
sisa menjadi barang yang berguna seperti keset, sarung bantal, sarung guling
dan lain sebagainya.
b. Pengelolaan Industri
Departemen industri
menggolongkan industri menjadi industri kecil dan industri menengah. Aset pada
industri kecil lebih kecil dari Rp.200 juta di luar tanah dan bangunan, omset
tahunan lebih kecil dari Rp.1 milyar. Sedangkan industri menengah, omset
penjualan antara Rp1 milyar hingga Rp.50 milyar (Depperindag-BPS dalam
Teradita, 2010:34). Klasifikasi industri kecil menurut Departemen Perindustrian
(dalam Teradita, 2010:34) adalah sebagai berikut:
1)
Industri kecil modern. Industri kecil
modern meliputi: a) Menggunakan teknologi proses madya. b) Bergantung pada
dukungan litbang dan usaha-usaha kerekayasaan. c) Dilibatkan dalam sistem
produksi industri besar dan menengah dengan sistem pemasaran domestik dan
ekspor. d) Menggunakan mesin khusus dan alat perlengkapan model lainnya. e)
Mempunyai akses untuk menjangkau sistem pemasaran yang lebih berkembang baik di
pasar domestik maupun di pasar ekspor.
2)
Industri kecil tradisional.
Karakteristik industri kecil tradisional di antaranya sebagai berikut: a)
Teknologi yang digunakan sederhana. b) Teknologi pada bantuan UPT (Unit
Pelaksana Teknis) yang disediakan oleh Departemen Perindustrian sebagai bagian
dari program bantuan teknis kepada industri kecil. c) Alat perlengkapan dan
mesin yang digunakan relatif sederhana. d) Lokasinya di daerah pedesaan.
3)
Industri Kecil Kerajinan Industri kecil
kerajinan adalah usaha pembuatan barang-barang dari bahan-bahan mentah dengan
sifat utama tenaga buruh yang diupah atau digaji. Menurut Grendi (Hafid,
2014:34) buruh merupakan seseorang yang bekerja pada orang lain atau badan
hukum dan mendapatkan upah sebagai imbalan atas jerih payahnya dalam
menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya, dengan kata lain semua orang
yang tidak memiliki alat produksi dan bekerja pada pemilik alat produksi dapat
dikatakan sebagai buruh. Industri ini disebut juga sebagai cottage industry,
yaitu proses produksi dari perusahaan kecil yang dalam pembuatannya lebih
mengandalkan metode keterampilan tangan (hand made) daripada menggunakan
alat-alat mekanik.
c. Industri Handycraft
Kerajinan merurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (dalam Qodariyah,
2004:21) bermakna; barang yang dihasilkan melalui keterampilan tangan. Menurut
Soeroto (dalam Qodariyah,
2004:24), seni kerajinan merupakan usaha produktif di sektor nonpertanian baik
untuk mata pencaharian utama maupun sampingan, oleh karenanya merupakan usaha
ekonomi, maka usaha seni kerajinan dikategorikan ke dalam usaha industri.
Melalui tradisi kecil telah lahir istilah “Kerajinan” sebagai sebutan hasil
karya yang diciptakan para “perajin.” Adapun dimana tempat mereka melakukan
kegiatannya disebut “Desa Kerajinan”, oleh karenanya istilah ini lebih memasyarakat.
Industri
kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang berkaitan dengan
kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga
pengrajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya,
antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat
alam maupun buatan
Seni kerajinan memiliki latar belakang
historis berangkat dan berkembang dalam kategori tradisional, yang berlandaskan
pada persepsi wawasan keselarasan dan keseimbangan hidup. Tujuan perwujudan
cipta seni yang serba simetris, selaras dan seimbang, sehingga menjadi harmonis.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa seni kerajinan umumnya tidak dilahirkan untuk
ketinggian keindahannya, akan tetapi dilahirkan untuk melayani kebutuhan
praktis manusia sehari-hari, sedangkan produk seni terutama di masa lalu,
sekalipun juga terkait dengan kegunaan praktis, tetapi nilai estetis, simbolik
dan spiritualnya luluh bahkan berada di atas fungsi fisiknya (Kusnadi dalam
Qodariyah, 2004:27).
Dengan demikian, seni kerajinan lahir
dari sifat rajin, terampil atau keprigelan tangan manusia, yang dapat
menghasilkan benda-benda pakai maupun benda-benda hias, baik sebagai benda
penghias interior maupun benda hias eksterior. Oleh karena itu seni kerajinan
di samping memiliki nilai guna juga memiliki nilai-nilai budaya.
Berdasarkan
bahan baku (raw material), produk kerajinan dikategorikan menjadi: 1). Ceramic
(seperti tanah liat, erathen ware, pottery, stoneware,
porcelain), 2). Logam (seperti emas, perak, perunggu, besi, tembaga),
3). Natural fiber, serat alam (bambu, akar-akaran, rotan), 4).
Batu-batuan (seperti batu mulia, semi precious stone, jade), 5). Tekstil
(seperti cotton, sutra, linen), dan 6. Kayu (termasuk kertas dan lacquer
ware).
3. Industri Kerajinan Kayu Kajeng Handycraft
Industri
Kerajinan Kajeng adalah perusahaan yang memproduksi mainan pendidikan di
Indonesia. Produk terbaiknya adalah teka-teki 3D yang memiliki pendidikan nilai
tinggi dengan bahan dasar kayu jati. Produk unggulan Industri Kerajinan kayu
Kajeng Handycraft adalah
Education Toys, Teakwood Puzzle, dan Wooden Puzzle. Produk yang dihasilkan Kajeng Handycraft antara
lain; berbagai mainan edukatif seperti permainan blok kayu, permainan potongan
gambar, huruf-huruf, binatang, kereta, mobil, truk, pesawat dan lain-lain, yang
berguna bagi perkembangan awal masa kanak-kanak, bahkan ada peralatan olah raga
berupa stik baseball. Produk
Kajeng Handycraft dipasarkan
dengan harga cukup bervariasi mulai dari Rp. 15.000 hingga Rp. 300.000. Namun
desain produk yang dihasilkan dirasa masih monoton dan kurang bervariasi,
sehingga diperlukan bimbingan atau pelatihan dalam desain produk. Kapasitas
produksi Kajeng
Handycraft ini
mampu berproduksi sekitar 10.000 unit per bulan dengan omzet per bulan sekitar
Rp. 262.500.000. Pangsa pasarnya-pun cukup luas, baik di dalam negeri maupun
pasar ekspor.
G. Metode Penelitian
1. Jenis
Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yakni pengamatan dan penyelidikan secara kritis untuk mendapatkan
keterangan yang tepat terhadap suatu persoalan dan obyek tertentu di daerah
kelompok komunitas atau lokasi tertentu akan ditelaah atau menggambaran atau uraian atas sesuatu
keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti (Ruslan,
2004:55).
2. Definisi Konseptual
Konsep variabel yang
akan diteliti dalam penelitian ini adalah pemberdayaan masyarakat melalui industri handycraft.
a. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan individu dan atau kelompok lemah dalam masyarakat.
b. Industri Kerajinan Kayu
Industri kerajinan kayu adalah kegiatan
memproses atau mengolah barang kayu dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya
mesin.
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah pengusaha industri kerajinan kayu
Kajeng Handycraft (1 orang),
Kepala Desa dan Sekretaris Desa
Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta (2 orang), karyawan (pekerja) Kajeng Handycraft (20 orang), dan BPD Sewon, Bantul,
Yogyakarta (2 orang), dan Dinas Perindustrian Bantul, Yogyakarta (1 orang).
4. Objek Penelitian
Obbjek penelitian ini adalah Kajeng Handycraft
Desa Panggungharjo.
5. Tempat Penelitian
Penelitian ini
dilakukan di industri
kerajinan kayu Kajeng Handycraft Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam setiap penelitian, disamping menggunakan metode yang tepat
diperlukan pula kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik pengumpulan
data yang relevan. Kecermatan dalam memilihi dan menyusun teknik pengumpulan
data ini akan sangat mempengaruhi objektivitas hasil penelitian (Nawawi,
2007:100). Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara, observasi, dan studi pustaka.
a. Wawancara (Interview)
Peneliti melakukan
wawancara terstruktur terhadap responden yang merupakan sumber data primer yang
terkait dengan penelitian ini, yaitu; pemilik/manajer kerajinan kayu Kajeng Handycraft Desa Panggungharjo terkait
dengan pemberdayaan masyarakat melalui industri handycraft, Sewon, Bantul, Yogyakarta, Kepala Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta terkait dengan peran lembaga pemerintah desa dalam
pengembangan partisipasi masyarakat desa pada industri handycraft, karyawan Kajeng Handycraft, dan perwakilan masyarakat
Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
b.
Observasi
Observasi dilakukan secara
langsung, yaitu penulis melakukan pengamatan ke obyek industri Kajeng Handycraft Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta untuk mengamati kondisi serta mengambil foto-foto di lingkungan industri Kajeng Handycraft, sehingga diperoleh data yang akurat.
c.
Dokumentasi
Sugiyono (2017: 329)
menjelaskan bahwa dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari
seseorang. Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
cara mempelajari dokumen untuk mendapatkan data atau informasi yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Studi dokumentasi dalam penelitian ini adalah
dengan meminta data-data dari pihak Kajeng Handycraft,
misalnya mengenai data dokumentasi
produk Kajeng
Handycraft, dokumentasi pada saat
penelitian.
Hal ini dilakukan agar informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari
objek yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Teknik dokumentasi juga dapat
dilakukan dalam bentuk memotret semua kejadian yang berlangsung selama peneliti
melakukan kegiatan penelitian.
7. Metode Analisis Data
Teknik analisa data dapat dilakukan dengan model analisis
deskriptif kualitatif di mana intinya adalah interaksi antar komponen
penelitian maupun proses pengumpulan data selama proses penelitian. Analisa
data dilakukan untuk menganalisis bagaimanakah pemberdayaan masyarakat melalui industri Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Analisis pada data kualitatif yang dilakukan meliputi (Sugiyono,
2017:67).
a. Keabsahan Data (Triangulasi)
Keabsahan
data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi. Triangulasi adalah teknik
memeriksa keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu lain (Moelong, 2017:330).
Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber,
dimana peneliti membandingkan dan mengoreksi ulang drajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif (Moelong, 2017:331). Hal itu dicapai dengan jalan membandingkan
hasil wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan.
b. Reduksi Data
Reduksi data diartikan
proses pemilihan, pemusatan, atau penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data kasar yang mengacu dari catatan lapangan, reduksi data
berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
data yang tidak perlu, mengorganisasi data sedemikian rupa sehingga dapat
ditarik suatu kesimpulan.
c. Penyajian Data
Penyajian data merupakan upaya
penyusunan, pengumpulan informasi kadalam suatu matriks atau konfigurasi yang
mudah dipahami. Konfigurasi semacam ini akan memudahkan dalam penarikan
kesimpulan atau penyerderhanaan informasi yang komplek kedalam suatu bentuk
yang dapat dipahami. Penyajian data yang sederhana dan mudah dipahami adalah
cara utama untuk menganalisis data deskriptif kualitatif yang valid.
d. Menarik Kesimpulan
Berawal dari permulaan
pengumpulan data, peneliti mulai mencari makna dari data-data yang terkumpul.
Selanjutnya peneliti mencari arti dan penjelasannya kemudian
menyusun pola-pola hubungan tertentu ke dalam suatu kesatuan yang mudah
dipahami dan ditafsirkan.
BAB II
GAMBARAN UMUM
WILAYAH PENELITIAN
A. Desa Panggungharjo
1. Sejarah Desa Panggungharjo
Desa Panggungharjo merupakan gabungan
dari tiga kelurahan yakni Kelurahan Cabeyan, Kelurahan Prancak, dan Kelurahan
Krapyak. Keberadaan Desa Panggungharjo tidak bisa dipisahkan dari keberadaan “Panggung
Krapyak” atau oleh masyarakat sekitar disebut sebagai “Kandang Menjangan”
yang berada di Pedukuhan Krapyak Kulon Desa Panggungharjo. Sebagaimana
diketahui bahwa Panggung Krapyak adalah merupakan salah satu elemen dari ‘sumbu
imajiner’ yang membelah Kota Yogyakarta, yaitu garis Gunung Merapi – Tugu Pal
Putih – Kraton Ngayogyokarto Hadiningrat – Panggung Krapyak dan Parangkusumo
yang berada di pantai selatan.
Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan
Keputusan Dewan Pemerintah Daerah Yogyakarta Nomor 148/D.Pem.D/OP Tertanggal 23
September 1947 yang dengan keputusan dewan pemerintah tersebut pula, Hardjo
Sumarto, diangkat sebagai Lurah Desa Panggungharjo yang pertama. Berdasarkan
fakta dan bukti sejarah, akar budaya di Desa Panggungharjo tumbuh dan
berkembang berhubungan erat dan dipengaruhi oleh komunitas dan intervensi
budaya yang berkembang pada masanya, yaitu (http://www.panggungharjo.desa.id/sejarah-desa-panggungharjo/., diakses 9 Januari 2017):
a. Pada abad ke 9-10 Desa Panggungharjo adalah merupakan
kawasan agraris, hal ini dibuktikan dengan adanya Situs Yoni Karang Gede di
Pedukuhan Ngireng-Ireng. Sehingga dari budaya agraris ini muncul budaya
seperti: Gejok Lesung, Thek-thek/Kothek-an, Upacara Merti Dusun, Upacara
Wiwitan, Tingkep Tandur, dan budaya-budaya lain yang sifatnya adalah merupakan
pengormatan kepada alam yang telah menumbuhkan makanan sehingga bermanfaat bagi
keberlangsungan kehidupan umat manusia.
b.Pada abad ke 16 di wilayah Krapyak Kulon dan Glugo
adalah merupakan kawasan wisata berburu (Pangeran sedo Krapyak – 1910),
sedangkan pada Abad ke 17 kawasan ini merupakan sebagai tempat olahraga memanah
kijang/menjangan dan sebagai tempat pertahanan (Sultan HB I – Panggung Krapyak
1760). Budaya yang dibawa dari intervensi keberadaan Kraton Mataram sebagai
pusat budaya sehingga menumbuhkan budaya adiluhung seperti: Panembromo,
Karawitan, Mocopat, Wayang, Ketoprak, Kerajinan Tatah Sungging, Kerajinan
Blangkon, Kerajinan Tenun Lurik, Batik, Industri Gamelan, Tari-tarian Klasik,
dan lain-lain.
c. Pada tahun 1911 di wilayah Krapyak Kulon didirikan
Pondok Pesantren Al Munawir, sehingga berkembang budaya seperti Sholawatan,
Dzibaan, Qosidah, Hadroh, Rodad, Marawis, dan juga budaya-budaya yang melekat
pada kegiatan peribadatan seperti: Syuran (peringatan 1 Muharram), Mauludan
(peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW), Rejeban (peringatan Isro’ Mi’roj),
Ruwahan/Nyadran (mengirim doa untuk leluhur menjelang Bulan Ramadhan),
Selikuran (Nuzulul Qur’an), dan lain-lain.
d. Sekitar tahun 1900-1930 berkembanglah budaya yang
tumbuh dan berkembang karena adanya kebutuhan bersosialisasi dimasyarakat,
sehingga berkembanglah bermacam-macam dolanan anak seperti : Egrang, Gobak
Sodor, Benthik, Neker-an, Umbul, Ulur/layangan, Wil-wo, dan lain-lain. Bahkan
di kampung Pandes berkembang sebuah komunitas “Kampung Dolanan” yang
memproduksi permainan anak tempo doeloe, seperti: Othok-Othok, Kitiran,
Angkrek, Keseran, Wayang Kertas, dan lain-lain
e. Pada Tahun 1980 di Desa Panggungharjo yang merupakan
wilayah sub-urban mulai berkembang Budaya Modern Perkotaan dan banyak
mempengaruhi Generasi Muda, sehingga berkembanglah kesenian Band, Drumband,
Karnaval Takbiran, Tari-tarian Modern, Campur Sari, Outbond, Playstation/Game Rental, dan lain-lain.
2. Visi dan Misi Desa Panggungharjo
Visi Desa Panggungharjo adalah
menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, transparan dan bertanggungjawab
untuk mewujudkan masyarakat desa Panggungharjo yang demokratis, mandiri dan
sejahtera serta berkesadaran lingkungan.
Visi tersebut mengandung pengertian bahwa pemerintah Desa Panggungharjo
berkeinginan mewujudkan kehidupan mandiri dan berkesejahteraan dalam kehidupan
yang demokratis dengan menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, transparan
dan bertanggung jawab. Makna dari masing-masing kata yang terdapat dalam visi
tersebut adalah sebagai berikut.
Bersih dalam
arti pemerintahan dijalankan dengan dilandasi dengan niatan yang tulus ikhlas
dan suci serta dilandasi dengan semangat pengabdian yang tinggi.
Transparan dalam arti setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan
secara terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat.
Bertanggungjawab dalam arti
pemerintahan yang wajib menanggung segala sesuatunya dan menerima
pembebanan sebagai akibat sikap tindak sendiri atau pihak lain. Kalau
terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan.
Demokratis dalam arti bahwa adanya kebebasan berpendapat, berbeda pendapat dan
menerima pendapat orang lain. Akan tetapi apabila sudah menjadi keputusan harus
dilaksanakan bersama-sama dengan penuh rasa tanggungjawab.
Mandiri dalam arti bahwa kondisi atau keadaan masyarakat Panggungharjo yang
dengan prakarsa dan potensi lokal mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sejahtera dalam arti bahwa kebutuhan dasar masyarakat Desa Panggungharjo
telah terpenuhi secara lahir dan batin. Kebutuhan dasar tersebut berupa
kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan, lapangan
pekerjaan dan kebutuhan dasar lainnnya seperti lingkungan yang bersih, aman dan
nyaman, juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya
masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berkesadaran lingkungan dalam arti bahwa kelestarian lingkungan dijadikan
sebagai ruh atas segala kegiatan pembangunan.
Misi desa Panggungharjo adalah
sebagai berikut :
a. Mewujudkan pelayanan yang
profesional melalui peningkatan tata kelola pemerintahan desa yang responsif
dan trasparan.
b. Mewujudkan kehidupan sosial
budaya yang dinamis dan damai.
c. Meningkatkan potensi dan daya
dukung lingkungan untuk menciptakan peluang usaha.
d. Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui pembangunan yang partisipatif.
e. Meningkatkan dan memperluas
jaringan kerjasama Pemerintah dan Non Pemerintah.
3. Geografi Desa Panggungharjo
Secara administratif Desa Panggungharjo terdiri dari 14 Pedukuhan yang
terbagi menjadi 118 RT. Berdasarkan data registrasi penduduk, tahun 2016 jumlah
penduduk Desa Panggungharjo sebanyak 28.169 jiwa yang terdiri dari penduduk
laki-laki 14.414 jiwa dan perempuan 13.755 jiwa. Bila dibandingkan tahun 2015,
terjadi penambahan jiwa atau mengalami pertumbuhan rata-rata 1,57 % menjadi
28.169 jiwa dengan luas wilayah 564,54 Ha, berada di Kecamatan Sewon, secara
administrasi Desa Panggungharjo sebelah Utara berbatasan dengan Kota
Yogyakarta, sebelah Timur berbatasan Kelurahan Bangunharjo.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Timbulharjo dan Pendowoharjo,
serta sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tirtonirmolo Kecamatan Kasihan.
Dengan jumlah penduduk yang relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan desa
yang lain, tuntutan masyarakat bagi pemerintah desa guna menghadirkan pelayanan
yang prima menjadi satu hal yang harus diperhatikan.
Gambar II.1
Peta
Batas Desa Panggungharjo
Berdasarkan
hidrologi kawasan Desa Panggungharjo mempunyai sumber air tanah yang cukup
memadai terutama di Sorowajan Pedukuhan Glugo dan Karangnongko Pedukuhan
Pelemsewu, sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap kesuburan tanah
pertanian di Desa Panggungharjo. Sedangkan berdasarkan kondisi geografis,
wilayah Desa Panggungharjo merupakan salah satu wilayah yang berdekatan dengan
Kota Yogyakarta. Untuk jalur utama lalu lintas antar daerah/antar provinsi
terdapat ring road (jalan lingkar) selatan yang terletak di wilayah
Utara Desa Panggungharjo, juga jalan Bantul dan Jalan Parangtritis.
Tabel II.1
Kondisi Geografis
Desa Panggungharjo
No
|
Kondisi
Geografis
|
Luas
|
|
1
|
Ketinggian Tanah dari Permukaan
Laut
|
:
|
45 m
|
2
|
Banyaknya curah hujan
|
:
|
2.233 mm/thn
|
3
|
Tofograsi (dataran rendah,
tinggi, pantai)
|
:
|
Dataran Rendah
|
4
|
Suhu udara rata-rata
|
:
|
290 C
|
Sumber Data: Monografi Desa Panggungharjo Tahun 2017.
4. Luas Wilayah Desa
Panggungharjo
Desa Panggungharjo terdiri dari 14
pedukuhan :
a. Garon
b.Cabeyan
c. Ngireng-ireng
d. Geneng
e. Jaranan
f. Prancak Glondong
g.Pandes
h.Sawit
i. Pelemsewu
j. Kweni
k.Dongkelan
l. Glugo
m. Krapyak Kulon
n.Krapyak Wetan
Tabel II.2
Pedukuhan
Desa Panggungharjo
No.
|
Nama
Pedukuhan
|
Jumlah
RT
|
Luas
Wilayah (Ha)
|
Persentase
(%)
|
1
|
Krapyak Wetan
|
12
|
26.045,0
|
4,93
|
2
|
Krapyak Kulon
|
12
|
35.960,0
|
6,81
|
3
|
Dongkelan
|
10
|
28.681,5
|
5,43
|
4
|
Glugo
|
12
|
41.155,0
|
7,79
|
5
|
Kweni
|
8
|
38.431,5
|
7,28
|
6
|
Pelemsewu
|
10
|
47.685,0
|
9,03
|
7
|
Sawit
|
5
|
50.340,5
|
9,53
|
8
|
Pandes
|
6
|
30.206,0
|
5,72
|
9
|
Glondong
|
8
|
58.767,5
|
11,13
|
10
|
Jaranan
|
6
|
32.955,0
|
6,24
|
11
|
Geneng
|
7
|
35.801,0
|
6,78
|
12
|
Ngireng - ireng
|
7
|
29.050,0
|
5,50
|
13
|
Cabeyan
|
8
|
37.061,0
|
7,02
|
14
|
Garon
|
7
|
35.967,5
|
6,81
|
|
Total
|
118
|
560,966,5
|
100,0
|
Sumber Data: Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
Sebagai kawasan yang berbatasan
langsung dengan kawasan perkotaan Yogyakarta, Desa Panggungharjo merupakan
kawasan aglomerasi perkotaan Yogyakarta yang ini juga berarti merupakan kawasan
strategis ekonomi. Hal ini salah satunya ditunjukan dengan perkembangan
penggunaan lahan dimana dalam kurun waktu lima tahun terakhir, pola penggunaan
lahan diDesa Panggungharjo mengalami perubahan cukup signifikan terutama pada
lahan jenis tanah sawah yang mengalami perubahan fungsi menjadi pemukiman dan
kegiatan bisnis dengan laju sekitar 2% per tahun. Ditinjau dari aspek
pertanian, tingginya laju perubahan lahan sawah menjadi tanah kering ini perlu
dikendalikan agar luasan lahan pertanian yang masih ada tetap mampu mencukupi
kebutuhan dan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
5. Demografi Desa Panggungharjo
Jumlah penduduk Desa
Panggungharjo sebanyak 27.444 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki 13.801
jiwa dan perempuan 13.643 jiwa. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2014,
terjadi penambahan sebanyak jiwa atau mengalami pertumbuhan rata-rata
1,70% dari 26.983 jiwa. Pedukuhan dengan tingkat kepadatan tertinggi terjadi di
kawasan aglomerasi perkotaan Yogyakarta (kring utara) yaitu Pedukuhan Krapyak
Wetan, Krapyak Kulon, dan Dongkelan.
Tabel II.3
Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No.
|
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
Persentase
|
1
|
Laki-laki
|
13.801
|
50,3
|
2
|
Perempuan
|
13.643
|
49,7
|
|
Total
|
27.444
|
100,0
|
Sumber Data: Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
Pekerjaan/mata pencaharian
penduduk Desa Panggungharjo
adalah:
Tabel II.4
Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian/Pekerjaan
No
|
Mata
Pencaharian
|
Jumlah
|
||
1
|
Karyawan
|
|
|
|
a.
|
Pegawai Negeri Sipil
|
:
|
655 Orang
|
|
b.
|
TNI
|
:
|
89 Orang
|
|
c.
|
POLRI
|
:
|
116 Orang
|
|
d.
|
Swasta
|
:
|
7.355 Orang
|
|
2
|
Wiraswasta / Pedagang
|
:
|
763 Orang
|
|
3
|
Tani
|
:
|
750 Orang
|
|
4
|
Buruh
|
:
|
7.059 Orang
|
|
5
|
Buruh Tani
|
:
|
219 Orang
|
|
6
|
Pensiunan
|
:
|
268 Orang
|
|
7
|
Nelayan
|
:
|
-
Orang
|
|
8
|
Pemulung
|
:
|
-
Orang
|
|
9
|
Jasa
|
:
|
302 Orang
|
|
10
|
Lain-lain
|
:
|
1.448 Orang
|
Sumber Data:
Monografi Desa Panggungharjo Tahun 2017.
Jarak jauh dari pusat pemerintah
(orbitrasi) Desa Panggungharjo adalah:
Tabel II.5
Orbitan
Desa Panggungharjo
No
|
Orbitan
/ Jarak
|
Luas
|
|
1
|
Jarak dari Pusat Kecamatan
|
:
|
2 Km
|
2
|
Jarak dari Pusat Pemerintahan
Kota Administratif
|
:
|
- Km
|
3
|
Jarak dari Ibukota Kabupaten
|
:
|
8 Km
|
4
|
Jarak dari Ibukota Provinsi
|
:
|
7 Km
|
5
|
Jarak dari Ibukota Negara
|
:
|
500 Km
|
Sumber
Data: Monografi Desa Panggungharjo Tahun 2017.
6. Topografi Musim dan Kondisi Tanah
Desa Panggungharjo
Secara topografi Desa Panggungharjo
merupakan daerah dataran dengan ketinggian berkisar 45
meter di atas permukaan air laut. Berdasarkan karakteristik sumber
daya alamnya Desa Panggungharjo terbagi dalam 3 (tiga) bagian yaitu:
·
Kawasan
budi daya pertanian lahan basah yang meliputi Pedukuhan Geneng, Garon, Cabean
dan Ngireng-ireng.
·
Kawasan
pusat pemerintahan dan perekonomian yang meliputi Pedukuhan Pandes, Glondong,
Sawit, Jaranan, Kweni dan Pelemsewu.
·
Kawasan
aglomerasi perkotaan, yang meliputi Pedukuhan Dongkelan, Glugo, Krapyak Kulon,
Krapyak Wetan.
Pola penggunaan lahan di Desa
Panggungharjo mengalami perubahan cukup signifikan terutama pada lahan jenis
tanah sawah yang mengalami perubahan fungsi menjadi pemukiman dan kegiatan
bisnis dengan laju sekitar 2% per tahun. Ditinjau dari aspek pertanian,
tingginya laju perubahan lahan sawah menjadi tanah kering ini perlu
dikendalikan agar luasan lahan pertanian yang masih ada tetap mampu mencukupi
kebutuhan dan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
7. Keadaan Ekonomi, Pendidikan, Sosial, dan
Budaya
a. Keadaan Ekonomi
Kondisi ekonomi desa mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan perekonomian desa dapat dilihat
dari keadaan di Pedukuhan-pedukuhan yaitu masih banyak tersedia lapangan usaha
pertanian, adanya usaha-usaha jasa dan usaha persewaan, misalnya usaha jasa
laundry, usaha sewa rumah dan toko dan sebagainya. Di samping itu semakin
banyak bangunan-bangunan rumah / tempat tinggal penduduk.
Kondisi jalan beraspal di Desa
Panggungharjo pada akhir tahun 2016 cukup baik, namun demikian masih terdapat
ruas-ruas jalan desa yang kurang baik sepanjang kurang lebih 2 km. Sedang untuk
jalan dusun 10% kurang baik, 90% dalam kondisi mantap. Dalam rangka mewujudkan
kondisi jalan desa mantap 100% dan jalan dusun 100% mantap, pemerintah desa
mengalokasikan dalam APBDesa pos anggaran bantuan kepedukuhan yang salah satu
pemanfaatanya digunakan untuk perawatan dan perbaikan infrastruktur jalan.
Angka kemiskinan di Desa Panggungharjo
pada tahun 2015 dibandingkan tahun sebelumnya tidak mengalami kenaikan yang
signifikan atau jumlahnya tetap. Pada tahun 2015 angka kemiskinan di Desa
Panggungharjo sebesar 1.445 (seribu tujuh ratus dua puluh lima) KK miskin,
sedangkan pada tahun 2014 sejumlah 1.445 KK miskin (seribu empat ratus empat
puluh lima) KK miskin. Hal ini menunjukkan kesejahteraan masyarakat Desa
Panggungharjo tidak mengalami penurunan.
b. Mata Pencaharian
Peruntukan lahan untuk
kegiatan pertanian meliputi pedukuhan Garon, Cabeyan, Ngireng-ireng, Geneng dan
Jaranan. Kawasan ini merupakan penyangga produksi padi untuk Desa
Panggungharjo. Pada tahun 2016 areal sawah dengan saluran irigasi di Desa
Panggungharjo sepanjang 283.69 Ha, yang merupakan irigasi setengah tehnis
sepanjang 283.69 Ha. Pengelolaan sarana dan prasarana irigasi dilakukan oleh
Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A) bersama-sama dengan Gapoktan Desa
Panggungharjo. Guna mewujudkan sasaran tercapainya 100% saluran irigasi yang
mantap, pemerintah desa mengalokasikan anggaran perawatan dan perbaikan JITUT
dan JIDES dalam APBDes sejak tahun 2011.
c. Pendidikan
Berikut ini data jumlah
penduduk Desa Panggungharjo
menurut pendidikan.
Tabel II.6
Jumlah Penduduk Desa Panggungharjo
Menurut Pendidikan
No
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
|
1
|
Taman Kanak-kanak
|
:
|
3.437 Orang
|
2
|
Sekolah Dasar
|
:
|
4.527 Orang
|
3
|
SMP
|
:
|
4.000 Orang
|
4
|
SMU/SMK
|
:
|
9.413 Orang
|
5
|
Akademi (D1 – D3)
|
:
|
871 Orang
|
6
|
Sarjana (S1 – S3)
|
:
|
1.097 Orang
|
Sumber Data: Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
Berikut ini data lulusan
pendidikan khusus penduduk Desa Panggungharjo
menurut pendidikan.
Tabel II.7
Lulusan
Pendidikan Khusus
No
|
Pendidikan
|
Jumlah
|
|
1
|
Pondok Pesantren
|
:
|
332 Orang
|
2
|
Madrasah
|
:
|
341 Orang
|
3
|
Pendidikan Keagamaan
|
:
|
342 Orang
|
4
|
Sekolah Luar Biasa
|
:
|
12 Orang
|
5
|
Kursus / Keterampilan
|
:
|
173 Orang
|
Sumber Data: Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
d. Sosial dan Agama
Berikut ini data sarana olahraga/kesenian Desa Panggungharjo menurut pendidikan.
Tabel II.8
Sarana Olahraga/Kesenian
No
|
Sarana
Olahraga
|
Jumlah
|
|
1
|
Lapangan Sepak Bola
|
:
|
2 Buah
|
2
|
Lapangan Bola Basket
|
:
|
1 Buah
|
3
|
Lapangan Volly
|
:
|
7 Buah
|
4
|
Lapangan Bulu Tangkis
|
:
|
8 Buah
|
5
|
Lapangan Tenis Meja
|
:
|
15 Buah
|
6
|
Lapangan Tenis
|
:
|
1 Buah
|
7
|
Lapangan Atletik
|
:
|
- Buah
|
8
|
Lapangan Golf
|
:
|
- Buah
|
9
|
Lapangan Pacuan Kuda
|
:
|
- Buah
|
10
|
Lapangan Sofball
|
:
|
- Buah
|
11
|
Kolam Renang
|
:
|
- Buah
|
12
|
Arena Bowling
|
:
|
- Buah
|
13
|
Fitness / Sanggar Senam
|
:
|
14 Buah
|
14
|
Rumah Billiyard
|
:
|
- Buah
|
Sumber Data: Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
Berikut ini data sarana
kesenian/kebudayaan Desa Panggungharjo menurut pendidikan.
Tabel II.9
Sarana Kesenian /Kebudayaan
No
|
Sarana
Kesenian / Kebudayaan
|
Jumlah
|
|
1
|
Sarana Krida
|
:
|
12 Buah
|
2
|
Gelanggang Remaja
|
:
|
- Buah
|
3
|
Gedung Kesenian
|
:
|
1 Buah
|
4
|
Gedung Bioskop
|
:
|
- Buah
|
5
|
Diskotik / Klub Malam
|
:
|
- Buah
|
6
|
Gedung Sandiwara / Teater
|
:
|
1 Buah
|
Sumber
Data: Monografi Desa Panggungharjo Tahun 2017.
Berikut ini data sarana sosial Desa Panggungharjo menurut pendidikan.
Tabel II.10
Sarana Sosial
No
|
Sarana
Sosial
|
Jumlah
|
|
1
|
Panti Asuhan
|
:
|
1 Buah
|
2
|
Panti Wreda
|
:
|
- Buah
|
3
|
Panti Laras
|
:
|
- Buah
|
4
|
Panti Pijat Tuna Netra
|
:
|
5 Buah
|
5
|
Rumah Jompo
|
:
|
- Buah
|
Sumber Data: Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
Berikut ini data jumlah penduduk Desa Panggungharjo menurut agama:
Tabel II.11
Jumlah Penduduk Desa Panggungharjo
Menurut Agama
No
|
Agama
/ Kepercayaan
|
Jumlah
|
|
1
|
Islam
|
:
|
26.851
Orang
|
2
|
Kristen
|
:
|
708
Orang
|
3
|
Katholik
|
:
|
724
Orang
|
4
|
Hindu
|
:
|
61
Orang
|
5
|
Budha
|
:
|
52
Orang
|
6
|
Penganut/penghayat Kepercayaan
terhadap
Tuhan
Yang Maha Esa
|
:
|
33 Orang
|
Sumber Data: Monografi
Desa Panggungharjo Tahun 2017.
8.
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa
Gambar II.2.
Bagan Struktur
Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Panggungharjo
Sumber : Monografi Desa
Panggungharjo Tahun 2017.
B. Kajeng Handycraft
1. Sejarah Kajeng Handycraft
Gambar II. 3
Logo Kajeng Handicraft
Logo Kajeng Handicraft menyerupai huruf K (yang merupakan inisial nama Kajeng),
cabang dari huruf K dibuat banyak menyerupai jari dengan harapan bisa menjadi
besar/melebar seperti telapak tangan. Dengan jari-jari itu suatu saat akan menjadi besar dan tidak hanya
menjadi satu saja.
Pada tahun 1994 Kajeng Handicraft didirikan oleh Bapak Mandar
Utomo di Senggotan, Jogjakarta. Awalnya Kajeng Handicraft membuat barang-barang fungsional seperti: asbak, tempat
pensil, tempat kartu nama, dan tempat telur. Pada 1995, ekonomi semakin tidak
mendukung dan saat itu anak Bapak Mandar Utomo sudah mulai besar dan mengerti mainan,
Ia ingin membelikan mainan untuk sang anak tetapi karena tidak mampu membelikan
maka Bapak Mandar Utomo mambuatkannya saja, lalu anaknya terlihat senang
setelah dibuatkan mainan puzzle kayu
itu. Berangkat dari situ maka muncullah ide untuk memproduksinya secara missal
karena kalau anaknya senang dengan mainan itu, maka anak-anak lain akan merasa
senang juga.
Tanggal 5 Oktober 2000 pindah ke Bantul
Jogjakarta. Dan saat ini Kajeng Handicraft
memiliki art shop yang terletak di Jalan Bantul No.19 Kweni
Jogjakarta, warehouse yang terletak di Jalan Bantul Km 5 Panggungharjo
Sewon Bantul Jogjakarta, sedangkan workshop berada di Jalan Bantul Km. 9
Cepit, Bantul. Alasan memilih Bantul sebagai pusat bisnisnya adalah karena
Bantul adalah tempat sentra industri keramik (Kasongan, Desa Bojong) yang
letaknya tidak terlalu jauh dari lokasi Kajeng Handicraft sendiri. Dengan keberadaan Kasongan, para buyer asing
akan sering berkunjung, hal ini akan ikut menguntungkan keberadaan Kajeng Handicraft. Kajeng sendiri dalam Bahasa
Jawa artinya kayu. Dalam bahasa Jawa Krama Inggil artinya harapan/asa. Kajeng Handicraft menjadi harapan bagi keluarga
Bapak Mandar Utomo yang saat itu ijazah Sarjana Hukumnya tidak laku sehingga
Bapak Mandar Utomo memutuskan untuk menjadi wiraswastawan. Dengan usaha kayu
ini, harapannya adalah agar Bapak Mandar Utomo dapat menghidupi keluarganya.
2. Produk Kajeng Handycraft
Proses pembuatan puzzle kayu
pertama-tama adalah dengan menentukan terlebih dahulu bentuk yang akan dihasilkan
(misalnya bola) dengan instruksi langsung dari Bapak Mandar Utomo. Setelah itu
tim kecil dari bagian produksi dan inovasi membuat dummy puzzle yang diinginkan, dummy biasanya
dibuat dengan menggunakan styrofoam. Setelah perancanaan bentuk sesuai dengan
yang diinginkan maka proses produksi massal dilanjutkan. Proses proses produksi
diawali dengan ngemal (dipola) kemudian disetel untuk kecocokan puzzle kemudian setelah bisa terpasang
semua, maka dibentuk sesuai dengan bentuk awal yang diinginkan (shaping).
Kemudian dilakukan finishing dengan digosok dan disikat semir kayu (MAA/wax)
untuk mencegah timbulnya jamur dapat merusak. Dalam menjalankan usaha akan
merasa senang apabila mendapat order banyak. Namun akan berduka apabila order
sedikit dan penantian akan adanya institut baik swasta maupun pemerintah yang
mau menjembatani visi Kajeng.
Dalam mempertahankan dan menjalankan kelangsungan hidup karena manusia
butuh kehidupan, berusaha untuk mempertahankan dan syukur dapat
mengembangkannya (hidup). Filosofi jawa yang dianut, banyu milih,
membangun usaha tidak berdasarkan latar belakang pendidikan, dilakukan seperti
air mengalir, di mana dapat rezeki, di situlah dia berada, syukur bisa
mengembangkannya.
Produk Kajeng adalah puzzle
kayu yang menyerupai bentuk-bentuk tertentu (3 dimensi) dan terbuat dari kayu Jati, yang merupakan kayu brongkal/kayu
limbah dari industri meuble/furniture ekspor yang
terletak di Semarang, Jepara, Ngawi, Purwodadi. Kayu yang berasal dari daerah
tersebut berkualitas baik dengan warna coklat
yang banyak dan warna coklat yang sedikit serta lebih kuat dibandingkan
kualitas kayu yang berasal dari Jogjakarta.
Inspirasi produk datang ketika sedang berikir
tiba-tiba ada inspirasi begitu saja. Kadang-kadang ada buyer yang minta dibuatkan bentuk yang mereka
inginkan yang pernah mereka temukan di luar negeri. Bentuk puzzle
kayu 3 dimensi Kajeng Handicraft 80%
adalah hasil kreasi orisinil dan 20% adalah permintaan
dari buyer yang diizinkan untuk terus dipakai oleh Kajeng. Puzzle kayu ini telah berjumlah lebih dari 160 model sampai saat
ini. Dapat dilihat di situs www.kajeng.com.,
dengan menggunakan username “viar” dan password “kajeng”. Harganya berkisar
antara Rp 5.000,- sampai Rp 200.000,-.
3. Pemasaran Produk Kajeng Handycraft
Puzzle
kayu Kajeng Handicraft dipasarkan
melalui media online yaitu web dan iklan di Ali-Baba. Namun pada
awal berdirinya, puzzle-puzzle kayu
itu dijual door-to-door dan dikenal melalui word of mouth.
Kajeng Handicraft pernah mengikuti
INACRAFT, namun tidak mengalami kecocokan karena Kajeng mengkhususkan diri
untuk penjualan grosis daripada retail. Kajeng merasa bebas untuk menjual
kepada siapa saja yang berminat pada produk Kajeng. Namun untuk spesifikasi
yang lebih jelas yaitu: Usia : 4 tahun – 18 tahun (masa sekolah, kelompok
bermain hingga sekolah menegah), SES: menengah atas (A-B), Sifat: mengikuti
perkembangan zaman dan mode di Negara maju, dan Ekspor: Eropa Barat, Turki,
Timur Tengah, Amerika, Australia, Kroasia, Rusia.
Kompetitor di Jogjakarta berasal dari
produsen yang awalnya bekerja sebagai karyawan Kajeng, saat ini ada 2. Namun
produksinya sangat kecil serta modelnya mengikuti milik Kajeng. Tidak diketahui
apakah 2 kompetitor itu memiliki nama atau tidak. Ada juga TL Puzzle yang menjual salah satu produk
yang sama dengan Kajeng namun tidak memiliki varian sebanyak Kajeng, TL Puzzle membuat berbagai macam bentuk puzzle, modelmodel yang dibuat Kajeng
adalah salah satunya. Kompetitor yang juga memproduksi mainan edukasi, namun
bukan puzzle 3 dimensi, adalah Yakum dan Mandiri Craft. Kompetitor lainnya
berasal dari India dan Thailand.
4. Struktur Organisasi Kajeng Handycraft
Struktur organisasi Kajeng Handicraft
menggunakan system yang masih sangat tradisional (sederhana) dan bersifat
kekeluargaan. Hanya ada owner, bagian pemasaran, bagian produksi dan
inovasi, dan bagian keuangan. Bagian pemasaran bertugas untuk menangani para buyer
asing. Bagian produksi dan inovasi menguru produksi dan pengembangan
produk, yang terdiri atas tim kecil yang berasal dari ISI Sarjana Kriya Kayu.
Bagian keuangan mengatur urusan keuangan. Bagian Produksi membawahi
karyawankaryawan dalam urusan produksi yang berjumlah 108 orang yang terdiri
dari rentang usia 18-40 dengan tenaga dan keahlian yang memadai untuk produksi.
Jam kerja dari jam 08.00-16.00, Senin sampai Sabtu dengan produksi 40.000 buah
yang terdiri atas 160 model yang ada.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Penelitian
Bab III ini
menjelaskan analisis tentang
pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta. Pembahasan analisis hasil penelitian
ini dimulai dari tentang bentuk pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa
Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta dan faktor penghambat dan faktor
pendukung industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Data kualitatif dari penelitian ini berasal dari wawancara pemilik
kajeng handrycraft, karyawan kajeng handrycraft, Kepala
Desa dan Sekretaris Desa Panggungharjo Sewon Bantul, dan Kepala Dukuh Dusun
Kweni Desa Panggungharjo,Sewon Bantul. Pada analisis ini peneliti melakukan
wawancara terhadap subjek yang peneliti tentukan dari
hasil wawancara yang telah dilakukan. Subjek
yang peneliti ambil sebagai narasumber tentunya diambil berdasarkan
pertimbangan yang peneliti lakukan.
Hal yang
diajukan pertama kali untuk pertanyaan adalah yang berkaitan dengan data
pribadi masing-masing subjek,
dengan mengajukan pertanyaan tersebut, maka peneliti dapat mengetahui beraneka
ragam karakter dari masing-masing subjek
yang diteliti, dari data awal yang menyangkut tentang usia subjek, jenis kelamin subjek, dan pendidikan dari
masing-masing subjek yang
tentunya dapat menguatkan penelitian ini. Selanjutnya untuk tahap berikutnya,
mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimanakah bentuk pemberdayaan masyarakat
melalui industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo,
Sewon, Bantul, Yogyakarta dan bagaimanakah faktor penghambat dan faktor
pendukung
industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
B. Hasil Penelitian
1. Identitas Responden
Tabel 3.1
Karakteristik Responden
No.
|
Nama
|
Jenis Kelamin
|
Usia
(tahun)
|
Pendidikan
|
Pekerjaan
|
1
|
Widanti
Sopianingsih
|
Perempuan
|
46
|
SMA
|
Pemilik
|
2
|
Budi Hartono
|
Laki-laki
|
32
|
SMA
|
Bagian Produksi
|
3
|
Rusdiana
|
Perempuan
|
30
|
SMA
|
Bagian Produksi
|
4
|
Suprino
|
Laki-laki
|
27
|
SMA
|
Bagian Produksi
|
5
|
Heri
|
Laki-laki
|
45
|
SMA
|
Bagian Produksi
|
6
|
Janu
|
Laki-laki
|
22
|
SMA
|
Bagian Produksi
|
7
|
Idawati
|
Perempuan
|
29
|
SMA
|
Bagian Finishing
|
8
|
Wahyudi
Anggoro Hadi
|
Laki-laki
|
38
|
S1
|
Kepala Lurah Desa
|
9
|
Yuli Trisniati
|
Perempuan
|
38
|
S1
|
Sekretaris Desa
|
10
|
Aris Arianta
|
Laki-laki
|
42
|
S1
|
Dukuh
|
Sumber: Data Primer Diolah,
2018.
Berdasarkan Tabel 3.1 di atas
dapat disimpulkan bahwa subjek
dalam penelitian ini semuanya dari laki-laki sebanyak 6 subjek atau 60,0%. Hal ini supaya hasil wawancara dalam
penelitian ini berkompeten dari kaum laki-laki berkaitan dengan pendapatnya
tentang pemberdayaan masyarakat
melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft. Bahwa subjek dalam penelitian ini sebagian
besar berusia 40-55 tahun sebanyak 7 subjek
atau 100,0%. Hal ini menunjukkan bahwa subjek
dalam penelitian ini jumlahnya diambil kebanyakan dari usia dewasa pertengahan
dampai dewasa akhir, di mana subjek
sudah cukup dapat memahani tentang permasalahan penelitian terkait dengan masalah
pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft.
Bahwa subjek dalam penelitian ini terbanyak berpendidikan dari tingkat
menengah sampai tingkat tinggi sebanyak 10 orang atau 100,0%. Hal ini supaya
hasil wawancara dalam penelitian ini berkompeten dari seseorang yang
berpendidikan menengah sampai yang sudah berpendidikan tinggi berkaitan dengan
masalah pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari pihak pemerintahan Desa Potorono Banguntapan Bantul
dan masyarakat umum. Hal ini supaya hasil wawancara
dalam penelitian ini dapat menyeluruh dari berbagai elemen masyarakat di
Desa Potorono Banguntapan Bantul.
2. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Industri Kerajinan
Kayu di Kajeng Handycraft
Data-data tentang pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft di Desa Potorono Banguntapan Bantul diperoleh melalui wawancara. Berikut ini peneliti
sajikan hasil dari penelitian di lapangan, baik melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi sesuai dengan
indikator-indikator yang diuraikan sebagai berikut. Berikut ini
kutipan wawancara dengan para responden tentang program/pemberdayaan Kajeng Handycraft terhadap masyarakat
khusus karyawan yaitu:
“...Kita mengajari,
menemani sehingga mereka bisa. Ya, ketika mereka keluar dari kajeng handrycraft
ini mereka bisa berusaha sendiri meskipun berbeda usaha yang penting mereka
bisa mandiri karena terbiasa di sini” (Wawancara dengan Widanti Sopianingsih (Pemilik) 46 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa
program/pemberdayaan Kajeng
Handycraft terhadap masyarakat khusus karyawan adalah
mengajari, menemani sehingga karyawan bisa bekerja. Ketika karyawan keluar dari
Kajeng Handycraft ini karyawan bisa
berusaha sendiri meskipun berbeda usaha yang penting mereka bisa mandiri karena
terbiasa di Kajeng Handycraft.
Kajeng Handycraft tidak memberikan
bantuan permodalan secara materi, tetapi permodalan melaui memberi ide kerja
sama dan juga dalam pemasaran hasil yang dibuat dan Kajeng Handycraft ikut sertakan dalam
penjualan, sehingga kerja sama itu tetap ada. Selain itu, bentuk pemberdayaan
bagi masyarakat yaitu dengan memperkerjakan para perempuan Desa Pagunggungharjo,
terutama kalau ada orderan-orderan yang banyak dan membutuhkan tenaga, maka Kajeng Handycraft mengundang masyarakat Desa Potorono Banguntapan Bantul
untuk kerja. Menurut para karyawan yang didapat dari pengurus Kajeng Handycraft secara material tidak
dapat, tetapi pendampingan dan pembelajaran itu yang didapat di Kajeng Handycraft ini. Pemberdayaan yang
dirasakan selama bekerja di Kajeng
Handycraft. Kajeng
Handycraft memberdayakan karyawan dengan mengajari taktik atau
cara mengerjakan kerajinan yang merupakan produk usaha ini. Pemberdayaan Kajeng Handycraft menunjuk pada keadaan
atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta yang berdaya, memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu
menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam
kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Salah satu pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi
kreatif adalah industri kecil dan menengah Kajeng Handycraft.
Ekonomi kreatif Kajeng
Handycraft merupakan
sumberdaya ekonomi masyarakat yang diyakini dapat menjawab tantangan
permasalahan dasar ekonomi dalam jangka pendek dan menengah bangsa, relatif
rendahnya pertumbuhan ekonomi pasca krisis.
Industri kreatif subsektor kerajinan adalah
kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk
yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal
sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang
kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit,
rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca,
porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.
“...Pemberdayaan
yang dirasakan selama bekerja di kajeng craf
bahwa dapat terpenuhi kebutuhan lewat kajeng handrycraft tidak
membeda-beda antar karyawan, memberi upah sesuai kerja” (Wawancara dengan Budi
Hartono (Bagian Produksi) 32 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat dijelaskan bahwa pemberdayaan yang dirasakan selama bekerja di Kajeng Handycraft bahwa Kajeng Handycraft dapat terpenuhi
kebutuhan dan Kajeng Handycraft tidak
membeda-beda antar karyawan, memberi upah sesuai kerja. Hal yang didapat dari
pengurus Kajeng Handycraft
yaitu tempat kerja, perhatian dan
kepercayaan. Pemberdayaan yang dirasakan selama bekerja di Kajeng Handycraft memang benar-benar
karyawan diajari di tempat Kajeng
Handycraft tentang cara kerja sesuai dengan kerjaan di
sini. Pembelajaran yang didapatkan untuk bekerja sebagai pengrajin kayu ini
mulai dari membuat pola, memotong, mengampas serta mensmer sehingga bisa jadi
sebuah hasil produk. Karyawan memilih kerja di Kajeng Handycraft, karena merasa diberdayakan juga mendapatkan
perhatian dan dari sini karyawan bisa memenuhi kebutuhan keluarga karyawan.
Sedangkan kalau pekerjaan sampingan rasanya sangat berat karena dari tempat
kerja di Kajeng Handycraft
juga sudah lelah sekali. Masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang
menaruh keperdulian sebagai pihak yang memberdayakan. Pemberdayaan Kajeng Handycraft menunjuk pada
kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah pengetahuan serta
penghasilannya, sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan diri dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasaan, dalam arti
bukan saja bebas mengemukakan pendapat, malainkan bebas dari kelaparan, bebas
dari kebodohan, bebas dari kesakitan, menjangkau sumber-sumber produktif yang
memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh
barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan, dan berpartisipan dalam
proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta.
Secara teoritis konsep pemberdayaan (empowerment)
dilihat dari perkembangan konsep dan pengertian yang disajikan dalam beberapa
catatan kepustakaan, dan penerapannya dalam kehidupan masyrakat. Pemahaman konsep dirasa penting, karena konsep ini
mempunyai akar historis dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan barat. Perlu upaya mengaktualisasikan konsep pemberdayaan tersebut
sesuai dengan alam pikiran dan kebudayaan. Namun empowerment hanya akan
mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi dari
kebudayaan, baliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan
koaktualisasi aksestensi manusia. Peningkatan partisipasi masyarakat merupakan salah
satu bentuk pemberdayaan masyarakat secara nyata dan terarah. Masyakarat tidak
akan dijadikan obyek dalam pembangunan tetapi mereka sendiri akan menjadi
perencana dan evaluator dari perencanaan pembangunan itu sendiri. Partisipasi
atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi dari
kesediaan dan kemauan masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi terhadap
implementasi program-program yang dilaksanakan di daerahnya dan kesejahteraan
masyarakat di masing-masing daerah.
“...Pemberdayaan
yang dia lakukan pada warga itu dengan memperkerjakan dan memang itu yang kita
harapkan dia bisa memberdayakan masyarakat desa kita ini” (Wawancara dengan Wahyudi Anggoro Hadi (Kepala
Desa) 38 Tahun).
Berdasarkan hasil
wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa pemberdayaan yang Kajeng Handycraft lakukan pada warga itu
dengan memperkerjakan dan memang itu yang diharapkan dimana Kajeng Handycraft bisa memberdayakan
masyarakat desa ini. Pemberdayaan Kajeng Handycraft ini merupakan serangkaian kegiatan
untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta, termasuk individu-individu masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta yang mengalami masalah kemiskinan.
Pemberdayaan masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
sebagai suatu pemikiran yang tidak dapat dilepaskan dari paradigma pembangunan
yang berpusat pada rakyat. Setiap upaya pemberdayaan Kajeng Handycraft harus diarahkan pada
penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk menikmati
kehidupan yang jauh lebih baik. Pemberdayaan
Kajeng Handycraft senantiasa mempunyai dua pengertian yang saling
terkait. Schumacher memiliki pandangan pemberdayaan sebagai suatu bagian dari
masyarakat miskin dengan tidak harus menghilangkan ketimpangan struktural lebih
dahulu. Masyarakat miskin sesungguhnya juga memiliki daya untuk membangun,
dengan demikian memberikan “kail jauh lebih tepat daripada memberikan ikan. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat sebagai upaya
untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dalam konsep pemberdayaan, manusia adalah subjek dari dirinya sendiri.
Proses pemberdayaan menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada
masyarakat agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya.
Secara teoritis, hasil akhir proses
pemberdayaan adalah suatu keberdayaan. Adapun parameter keberdayaan adalah
tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah (power to); tingkat
kemampuan
meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses (power within); tingkat
kemampuan menghadapi hambatan (power over); tingkat kemampuan kerjasama
dan solidaritas (power with). Keempat parameter tersebut berkaitan erat
dengan adanya perubahan pola pikir, budaya, dan kebiasaan. Dengan demikian,
dibutuhkan waktu yang relatif lama (5-6 tahun) untuk mencapai suatu
keberdayaan, mengingat merubah budaya dan kebiasaan hidup masyarakat adalah
bukan hal yang mudah (Pangesti, 2012:3). Pada intinya pemberdayaan adalah membantu klien untuk memperoleh daya untuk
mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan
diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan sosial. Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang
dimiliki antara lain dengan transfer daya dari lingkungannya
(Onny & Pranaka, 1996:2-8).
Berikut ini kutipan wawancara dengan
para responden tentang peran pemerintah desa terhadap program/pemberdayaan
terhadap masyarakat khusus karyawan yaitu:
“...Bantuan
dari pemerintah desa, kalau secara material sampai saat ini belum ada, hanya
pemerintah desa itu membantu kita dalam bentuk memfasilitasi, jika ada
pemasaran-pemasaran desa kita selalu disektorkan dengan menyediakan
tenda-tenda, basar-basar sehingga kita punya kios-kios pemasaran” (Wawancara
dengan Widanti Sopianingsih (Pemilik) 46 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa peran
pemerintah desa terhadap program/pemberdayaan terhadap masyarakat adalah bantuan
dari pemerintah desa yang secara material sampai saat ini belum ada. Pemerintah
desa membantu dalam bentuk memfasilitasi, jika ada pemasaran-pemasaran desa
pemerintah desa selalu disektorkan dengan menyediakan tenda-tenda, basar-basar,
sehingga kita punya kios-kios pemasaran. Dapat dikatakan bahwa produk Kajeng Handycraft ini merupakan produk
unggulan desa, sehingga jika ada kegiatan-kegiatan seperti pameran pemerintah
desa selalu diikutsertakan. Selain itu, bentuk bantuan yang diterima dari
pemerintah desa itu tidak berupa permodalan, peralatan dan produksi, karena Kajeng Handycraft merupakan UKM mandiri,
sehingga bantuan yang didapat itu hanya berupa pelatihan dan manajemen
pemasaran. Kalau dari pihak lain itu juga belum ada sama sekali kecuali yang dari
Dikti UNJ.
Secara teoritis proses pemberdayaan dalam konteks
aktualisasi diri berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan individu
dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu tersebut baik
menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge). Seseorang
tokoh pendidikan Paulo Freire, berpendapat bahwa pendidikan seharusnya dapat
memberdayakan dan membebaskan para peserta didiknya, karena dapat mendengarkan
suara dari peserta didik. Hal yang dimaksud suara adalah segala asprasi maupun
segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut (Murniati, 2008:14). Dengan demikian keberhasilan dari
pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari masyarakat menjadi dinamis dan aktif
berpartisipasi didalam membangun diri mereka. Tidak menggantungkan hidupnya
kepada belas kasihan orang lain. Masyarakat berdaya memiliki kekuasaan atau
mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kehidupan baik yang bersifat
fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan
inspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan
mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
“...Bantuan
pemerintah desa itu bukan dalam bentuk material tapi kita memfasilitasi dia
dalam pemasaran terutama saat-saat ada kegiatan pameran” (Wawancara dengan Wahyudi Anggoro Hadi (Kepala
Desa) 38 Tahun).
Berdasarkan hasil
wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa bantuan pemerintah desa itu bukan
dalam bentuk material, tetapi pemerintah desa memfasilitasi dia dalam pemasaran
terutama saat-saat ada kegiatan pamera, basar-basar, mengutus pemerintah desa
ikut pelatihan, mengundang Kajeng
Handycraft sebagai motivator untuk masyarakat dan yang
terakhir Kajeng Handycraft
dimasukkan ddalam KUR, marketing dalam pasar lokal. Oleh karena itu, dalam pengembangan industri kecil Kajeng Handycraft perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari
pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama
pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh
dan berkembangnya industri kecil. Pengembangan industri kecil Kajeng Handycraft melalui pendekatan pemberdayaan usaha, perlu
memperhatikan aspek sosial dan budaya di masing-masing daerah, mengingat usaha
kecil pada umumnya tumbuh dari masyarakat secara langsung. Pemerintah Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta perlu
meningkatkan perannya dalam memberdayakan industri kecil di samping
mengembangkan kemitraan usaha Kajeng
Handycraft yang saling
menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusianya. Tujuan
yang ingin dicapai Kajeng
Handycraft dalam pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan
masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan
mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut. Kemandirian masyarakat adalah
merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh
kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang
tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan
mempergunakan daya kemampuan yang terdiri atas kemampuan kognitif, konatif,
psikomotorik, afektif, dengan mengerahkan sumberdaya yang di miliki oleh
lingkungan internal masyarakat tersebut.
“...Bantuan
pemerintah desa mengutus ikut pelatihan, mengundang dia sebagai motivator untuk
masyarakat”
(Wawancara dengan Sekretaris Desa (Dukuh) 38 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa bantuan
pemerintah desa itu bukan dalam bentuk material, tetapi desa memfasilitasi dia
dalam pemasaran terutama saat-saat ada kegiatan pameran, basar-basar, mengutus
ikut pelatihan, mengundang pemiliknya sebagai motivator untuk masyaraka dan
yang terakhir pemerintah desa memasukkan Kajeng Handycraft dalam KUR, marketing dalam pasar lokal.
Pemberdayaan yang dia lakukan pada warga itu dengan memperkerjakan dan memang
itu yang diharapkan agar Kajeng
Handycraft bisa memberdayakan masyarakat desa ini.
Pemilik perusahaan industri kajeng craf
atau kerajinan kayu ini menjelaskan bahawa sejak lama berdirinya perusahaan
industri kerajinan kayu Kajeng
Handycraft ini yang berdiri sejak tahun 1995 sampai dengan
sekarang ini sudah memasuki 23 tahun. karyawan saya kerjajinan kayu Kajeng Handycraft memiliki kemampuan
dalam bidang karyawan dan karyawati itu sendiri sangat baik mas. Semua karyawan
cukup memiliki keterampilan untuk biasa menjalankan strategi usaha di
kerjajinan kayu Kajeng Handycraft. Kajeng Handycraft juga merupakan suatu
kebutuhan sosial dan jamainan sosial
hidup dan rumah tangga masyarakat sekitar dan kehidupan lingkungan
sosial masyarakat. Karyawan cukup sesuai
dengan profesinya karyawan. Kajeng
Handycraft tidak menugaskan pada tempat yang tidak sesuai
keahlian dan nilai-nilai kehidupan yang berbedah dari masyarakat, tetapi tetap
bersama-sama memiliki satu nasib dan tujuan hidup yang sama dengan nilai-nilai
kehidupan sosial itu sendiri. Secara teoritis, pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai
target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri,
meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut
berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status,
mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap
dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus
supaya tidak mengalami kemunduran lagi (Sumodingningrat, 2004:41).
Usaha Kajeng Handycraft atau kerajinan kayu
ini bersifatnya Badan Usaha Mandiri (BUM) dan jumlah karyawan partama memilik banyak sekali karyawan, tetapi
setelah terjadi krisis global tahun 2010 menjadi berkurang sehingga tahun 2016
tinggal 15 orang dan sekarang ini tinggal 6 orang (laki-laki 4 orang dan
perempuan 2 orang). Jenis
produk yang paling utama itu adalah mainan edukasi yang terbuat dari kayu jati.
Kalau yang lainnya itu hanya sebagai bahan kerja sama seperti menjahit. Mesin
jahit juga penjahit tetapi itu bukan prodak utama, tetapi hasil kerja sama.
Jumlah produk mainan edukasi ada 100 item lebih dari tahun 1995. Tetapi setelah
terjadinya krisis global produk item-item itu berkurang karena diproduksi hanya
sesuai pesanan konsumen. Bahwa hasil produk edukasi yang dipanjangkan ada jenis baru, yaitu
mainan bebek yang terbuat dari kayu jati, ada konsumen yang memesan dari Bali.
Sebagai daerah pedesaan, potensi daerah
Bantul sangat mendukung berkembangnya industri kerajinan kayu. Tumbuhan kayu
sangat mudah didapatkan di daerah Bantul. Hampir di seluruh wilayah Bantul
dapat dijumpai tumbuhan kayu seperti pohon jati, pahon mahoni, pohon sengon,
dan sebagainya. Kondisi tersebut menjadikan tumbuh dan berkembangnya industri
kerajinan kayu di Bantul, karena untuk masalah bahan baku, para pengrajin tidak
merasa terkendala dalam memerolehnya. Produk yang dihasilkan Kajeng Handycraft antara lain;
berbagai mainan edukatif seperti permainan blok kayu, permainan potongan gambar,
huruf-huruf, binatang, kereta, mobil, truk, pesawat dan lain-lain, yang berguna
bagi perkembangan awal masa kanak-kanak, bahkan ada peralatan olah raga berupa
stik baseball. Namun desain produk yang dihasilkan dirasa masih monoton dan
kurang bervariasi, sehingga diperlukan bimbingan atau pelatihan dalam desain
produk. Kapasitas produksi Kajeng Handycraft ini
mampu berproduksi sekitar puluhan ribuan unit per bulan dengan omzet per bulan
sekitar ratusan juta rupiah. Pangsa pasarnya-pun cukup luas, baik di dalam
negeri maupun pasar ekspor.
Jenis
bahan baku yang utama adalah kayu jati/dan dibeli dari Jepara dan Ambarawa.
Bahan pendukung seperti polesan dan smer/dibeli dari toko bahan bangunan.
Alat-alat kerja seperti mesin sekson, sekal dan amplas/semuanya beli sendiri
dan belum ada bantuan dari luar. Hanya pernah dari Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY DIKTI) ada tetapi itu berupa gergaji yang sangat kecil sekali
dan itu sekitar tahun 2014 dan 2015. Sedangkan penjualan/pemasaran, pada
awalnya sejak tahun 1995 penjualan dilakukan secara membumi sebanyak 70% pasar
luar negeri dan 30% pasar lokal. Pasar lokal itu yang paling besar Negara
Yunani kemudian Belanda, Inggris, dan Turki. Sedangkan pasar lokal hanya pada
kota-kota besar seperti Bali dan Jakarta. Tetapi sejak krisis global terjadi
dan Negara Yunani bangkrut, maka usaha kajeng Handrycraft ini juga ikut lesu,
meskipun memang pasar luar negeri masih ada yang tersisa seperti Belanda,
Inggris, dan Turki tetapi itu tidak memadai seperti Negara Yunani.
3. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Pemberdayaan Masyarakat Melalui Industri Kerajinan
Kayu di Kajeng Handycraft
Berikut ini kutipan
wawancara dengan para responden tentang kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan
kayu di Kajeng Handycraft yaitu:
“...Pengadaan
bahan-bahan baku yang sekarang ini harus bayar kes dulu baru kita bisa dapat” (Wawancara dengan Widanti Sopianingsih (Pemilik) 46 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat dijelaskan bahwa kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft adalah pengadaan bahan-bahan baku yang sekarang
ini harus bayar kontan terlebih dulu baru bahan-bahan baku tersebut bisa
didapatkan. Selain itu, kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft adalah kurang adanya perhatian atau kerja sama
dari pihak pemilik bahan baku atau rekruk, sehingga saat Kajeng Handycraft sedang terputuk tidak
ada pendampingan, bimbingan bahkan Kajeng Handycraft dikejar-kejar. Kemudian faktor cuaca,
karena Kajeng Handycraft memerlukan sekali
cuaca untuk lebih awat mengeringkan pesanan ataupun hasil-hasil yang
diproduksi. Selanjutnya masalah keamanan negara. Hal ini juga sangat menghambat
Kajeng Handycraft dalam pemasaran,
apalagi jika terjadi demo-demo yang sangat menghambat karena Kajeng Handycraft tidak bisa mengirim
dalam keadaan tidak kondusif.
“...Pengadaan
bahan-bahan baku yang sekarang ini harus bayar kes dulu baru kita bisa dapat” (Wawancara dengan Budi Hartono (Bagian
Produksi) 32 Tahun).
Berdasarkan
hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan
kayu di Kajeng Handycraft adalah sudah berkurangnya
pemesanan dari luar negeri, sehingga menjadi kurang berkembang, produksinya
sekarang tidak terlalu banyak. Selain itu, hambatan yang dihadapinya terutama
dalam mendapatkan bahan baku, juga keterbatasan orderan-orderan dari konsumen
sekarang ini.
“...Cuaca,
karena kita memerlukan sekali cuaca untuk lebih awat mengeringkan pesanan atau
pun hasil-hasil yang kita produksi”
(Wawancara dengan Rusdiana (Bagian
Produksi) 30 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat dijelaskan bahwa kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft adalah cuaca, karena Kajeng Handycraft memerlukan sekali cuaca
untuk lebih awat mengeringkan pesanan atau pun hasil-hasil yang diproduksi. Kondisi alam yang baik serta iklim yang bersahabat
akan membantu industri
memperlancar kegiatan usahan Kajeng
Handycraft. Di
Jawa memiliki iklim tropis
tanpa banyak cuaca yang ekstrim sehingga kegiatan produksi rata-rata kurang dapat
berjalan dengan baik selama sepanjang tahun.
Berikut ini kutipan wawancara dengan para responden tentang faktor
pendorong dalam pemberdayaan
masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft
yaitu:
“...Yang
lakukan itu hanya memotivasi, menyemangati dengan mendengar cerita-cerita
mereka juga kita berbagi cerita supaya mereka itu merasa diperhatikan apa lagi
saat-saat kita diundang untuk memberi materi baik itu undangan dari
kampus-kampus atau juga dari UKM BRI”
(Wawancara dengan Widanti
Sopianingsih (Pemilik) 46 Tahun).
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat dijelaskan bahwa faktor pendorong dalam pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft adalah adalah kegiatan memotivasi,
menyemangati karyawan dengan mendengar cerita-cerita karyawan dan Kajeng Handycraft berbagi cerita supaya
karyawan merasa diperhatikan terutama saat-saat Kajeng Handycraft diundang untuk memberi materi baik
undangan dari kampus-kampus atau juga dari UKM BRI. Begitu juga kalau ada
kunjungan-kunjungan ke Kajeng
Handycraft, Kajeng
Handycraft bersedia untuk mendampingi dan menjelaskan apa yang
ingin diketahui. Faktor pendukung dalam upaya pemberdayaan masyarakat dari Kajeng Handycraft, yaitu jika ada
pesanan banyak, maka masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta ini diundang
untuk kerja dan semua dapat upah. Kajeng Handycraft mengutamakan masyarakat sekitar untuk
ambil bagian dan punya peluang untuk bekerja.
Selain itu, faktor pendukung
berkembangnya industri Kajeng
Handycraft baik dari aspek internal maupun aspek eksternal.
Hal yang pertama adalah kemampuan untuk kreatif, memiliki ide-ide yang dapat
membuat usahanya itu bisa maju. Hal yang kedua itu semua alat-alat yang
dibutuhkan sudah tersedia atau mudah didapat dan hal yang ketiga masih banyak
atau ada konsumen yang menyenangi atau mencintai dan tertarik dengan hasil
produksi yang terdapat di usaha ini. Selanjutnya faktor pendukung berkembangnya
industri Kajeng Handycraft,
baik dari aspek internal maupun aspek eksternal, yaitu mempunyai kemampuan
untuk kreatif dan juga memiliki ide-ide yang bisa membuat usahanya itu bisa
maju. Masih banyak atau ada konsumen yang menyenangi atau mencintai dan
tertarik dengan hasil produksi yang terdapat di usaha Kajeng Handycraft ini. Kemudian
alat-alat yang sangat dibutuhkan tersedia atau mudah didapat, kecuali bahan
bakunya saja.
Kesiapan masyarakat masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta dengan adanya industri kerajinan kain
perca cukup baik, masyarakat begitu berantusias dengan adanya usaha kerajinan
kain perca, mengingat bahwa masyarakat sulit mendapatkan pekerjaan. Kehadiran
usaha kerajinan Kajeng
Handycraft di Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta dengan
dianggapnya mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka. Adanya usaha
kerajinan kai perca membuat banyak masyarakat yang mampu mencukupi kebutuhan
dan mampu menyekolahkan anak. Usaha kerajinan Kajeng Handycraft kini telah menjadi matapencaharian bagi
masyarakat Desa
Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
Faktor pendukung dalam
upaya pemberdayaan masyarakat dari kajeng craf yaitu menberdayakan masyarakat,
jika ada orderan banyak, sehingga masyarakat diminta untuk membantu bekerja dan
itu masyarakat mendapatkan upah dimana karyawan di Kajeng Handycraft ini semua dari
masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta. Harapan dari usaha Kajeng Handycraft ini masih terasa belum
tercapai karena kepala desa beberapa kali mengungkapkan harapan pemerintah
untuk mampu memberdayakan masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Bahwa usaha
untuk memberdayakan masyarakat lewat kajeng craft belum tercapai karena yang
menjadi kendala dalam hal ini yaitu penurunan konsumen atau pengorderan yang
semakin berkurang.
Berikut ini kutipan wawancara dengan para responden tentang pengelolaan
limbah menjadi produk industri
kerajinan kayu di Kajeng Handycraft yaitu:
“...Pertama-tama
dipisah-pisah mana yang dapat dipakai dan mana yang tidak bisa pakai. Jenis
yang bisa pakai itu berukuran minimal 3x3”
(Wawancara dengan Widanti
Sopianingsih (Pemilik) 46 Tahun).
Berdasarkan
hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa pengelolaan limbah menjadi
produk industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft adalah pertama-tama
dipisah-pisah mana yang dapat dipakai dan mana yang tidak bisa pakai. Jenis
yang bisa pakai itu berukuran minimal 3x3. Kemudian dipola terus
dipotong-potong sesuai bentuk yang diinginkan seperti bulat atau juga oval.
Selanjutnya diamplas baru dipoles dan dismer. Sedangkan cara pengelolaan limbah
yang tidak dipergunakan untuk produksi yaitu diperguganakan atau dimanfaatkan
menjadi kaya bakar. Industri merupakan kegiatan ekonomi yang di dalamnya
terdapat kegiatan dalam memproses atau mengolah barang mentah, barang setengah
jadi, dan atau barang jadi dengan menggunakan sarana dan peralatan untuk
merubah sesuatu yang tidakberguna menjadi barang yang memiliki kegunaan atau
nilai yang lebih tinggi yang dapat membantu memenuhi atau melayani kebutuhan
manusia.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Setelah megadakan pengamatan langsung membahas
dan menganalisis hasil penelitian, maka dalam bab ini penyusun memberikan
kesimpulan sesuai dengan kajian tentang pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft Desa Panggungharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta.
A.
Kesimpulan
1.
Pemberdayaan
masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
adalah Kajeng Handycraft mengajari, menemani
sehingga karyawan bisa bekerja. Ketika
karyawan keluar dari Kajeng
Handycraft sudah bisa berusaha sendiri meskipun berbeda usaha
yang penting mereka bisa mandiri karena terbiasa di Kajeng Handycraft. Kajeng Handycraft tidak
memberikan bantuan permodalan secara materi, tetapi permodalan melaui memberi
ide kerja sama dan juga dalam pemasaran hasil yang dibuat. Selain itu, bentuk pemberdayaan bagi
masyarakat yaitu dengan memperkerjakan para perempuan Desa Pagunggungharjo,
terutama kalau ada orderan-orderan yang banyak dan membutuhkan tenaga, maka Kajeng Handycraft mengundang masyarakat Desa Potorono Banguntapan Bantul
untuk kerja.
2.
Faktor penghambat pemberdayaan masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng
Handycraft adalah pengadaan
bahan-bahan baku dengan pembayaran secara tunai (kontan), berkurangnya
pemesanan dari luar negeri, kurang adanya perhatian atau kerja sama dari pihak
pemilik bahan baku atau rekruk, sehingga saat Kajeng Handycraft sedang terputuk tidak ada pendampingan,
bimbingan bahkan Kajeng
Handycraft dikejar-kejar. Kemudian faktor cuaca, karena Kajeng Handycraft memerlukan sekali
cuaca untuk lebih awat mengeringkan pesanan ataupun hasil-hasil yang
diproduksi. Selanjutnya masalah keamanan negara. Hal ini juga sangat menghambat
Kajeng Handycraft dalam pemasaran,
apalagi jika terjadi demo-demo yang sangat menghambat karena Kajeng Handycraft tidak bisa mengirim
dalam keadaan tidak kondusif. Sedangkan faktor pendukung berkembangnya industri
Kajeng Handycraft baik dari aspek
internal maupun aspek eksternal yaitu kemampuan untuk kreatif, memiliki ide-ide
yang dapat membuat usahanya itu bisa maju. Secara eksternal, masih banyak atau ada konsumen yang menyenangi
atau mencintai dan tertarik dengan hasil produksi yang terdapat di usaha Kajeng Handycraft ini. Kemudian
alat-alat yang sangat dibutuhkan tersedia atau mudah didapat, kecuali bahan
bakunya saja.
B. Saran
Setelah
memberikan kesimpulan atas hasil kajian pada urain di atas, maka dibagian akhir
penyusun mencoba memberikan saran kepada semua pihak yang berkepentingan pada
mengenai pemberdayaan masyarakat
melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft
Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta.
1. Pemerintah
Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
dapat mendukung pemberdayaan
masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft dengan cara membantu dalam bentuk
dukungan permodalan, misalnya dengan memanfaatkan dana desa.
2. Pemerintah
Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
perlu memberikan bantuan sarana dan prasarana dan tenaga pelatih yang memadai
dalam mendukung pemberdayaan
masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft.
3.
Warga masyarakat Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta
perlu lebih mendukung pemberdayaan
masyarakat melalui industri kerajinan kayu di Kajeng Handycraft dengan lebih antusias dan lebih
partisipasif dalam keterlibatan menjalankan bisnis Kajeng Handycraft.
PEDOMAN WAWANCARA
SUBJEK:
PEMILIK/PENGELOLA KAJENG HANDYCRAFT
Tanggal :.............................................................................................
Waktu :.............................................................................................
Tempat :............................................................................................
A. Identitas Subyek
1. Nama :......................................................................................
2. Alamat :....................................................................................
3. Umur :......................................................................................
4. Pendidikan :..............................................................................
5. Jenis Kelamin :..........................................................................
B. Pertanyaan:
1.
Kapan perusahaan Kajeng Handycrafttersebut berdiri tahun berapa?
1.
Karyawan Kajeng Handycraft ada berapa?, laki-laki.........orang, perempuan......orang.
2.
Produksi Kajeng Handycraft apa saja?
3.
Bahan baku produksi apa saja dan didapat/dibeli dari?
a.
Kayu didapat/dibeli dari?
b.
Bahan pendukung didapat/dibeli dari?
c.
Alat-alat kerja didapat/dibeli dari?
d.
.....................................................
4.
Hasil produksi Kajeng Handycraft dijual kemana?
5.
Pernahkah Kajeng Handycraft dibantu oleh pemerintah desa?
6.
Bentuk bantuan apa yang diberikan pemerintah desa kepada Kajeng Handycraft?
7. Apakah Kajeng Handycraft mendapat bantuan berupa permodalan, peralatan, pelatihan, manajemen pemasaran, produksi, dll., dari pihak lain?
Tabel 2.1
Bantuan dari Pihak Lain
No.
|
Instansi
|
Permodalan
|
Peralatan
|
a
|
Pemerintah Kecamatan
|
|
|
b
|
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
|
|
|
c
|
Dinas UMKM
|
|
|
d
|
dll.
|
|
|
No.
|
Instansi
|
Manajemen
Pemasaran
|
Teknik
Produksi
|
a
|
Pemerintah Kecamatan
|
|
|
b
|
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
|
|
|
c
|
Dinas UMKM
|
|
|
d
|
dll.
|
|
|
8. Bagaimana dengan pengelolaan limbah industri Kajeng Handycraft?
9. Adakah program/kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft kepada karyawan?, misalnya:
a. Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk merintis usaha mandiri?
b. Memberikan bantuan permodalan, pemasaran, dll., kepada karyawan yang \ mempunyaim usaha?
c. Mengirim karyawan untuk mengikuti diklat, workshop, pameran, dll.,?
10. Adakah program/kegiatan bentuk pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft kepada masyarakat Desa Panggungharjo?
11. Apa dan bagaimanakah faktor penghambat (tenaga
kerja,
per,odalan,
pemesanan,
bahan
baku,
regulasi,
pemerintah,
pendampingan,
dll.)
usaha
industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft?
12. Apa dan bagaimanakah faktor pendorongdalam upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft?
PEDOMAN WAWANCARA
SUBJEK:
KEPALA DESA, DUKUH, DAN SEKRETARIS DESA PANGGUNGHARJO, SEWON, BANTUL, YOGYAKARTA
Tanggal :.............................................................................................
Waktu
:.............................................................................................
Tempat
:............................................................................................
A. Identitas Subyek
1. Nama :.......................................................................................
2. Umur :.......................................................................................
3. Pendidikan :...............................................................................
4. Jenis Kelamin :..........................................................................
5. Jabatan : Kades/Sekdes, Ka. Dukuh, Ka. BPD).
6. Alamat :.....................................................................................
B. Pertanyaan:
- Sepengetahuan bpk/ibu/sdr, perusahaan Kajeng Handycrafttersebut berdiri tahun berapa?
- Berapa jumlah karyawannya?
- Siapa pemiliknya?
- Apa saja produk Kajeng Handycraft?
- Dijual kemana saja produk Kajeng Handycraft?
- Berapa orang warga Desa Panggungharjo yang menjadi karyawan Kajeng Handycraft?
- Selama ini, adakah bantuan dari pemerintah desa pada permodalan tersebut?, apa bentuknya?
- Menurut bapak adakah bentuk pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft pada warganya?, sperti apa benyuk programnya?
- Apa dan bagaimanakah faktor penghambat(tenaga kerja, aspek lingkungan, dan aspek sosial budaya) dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft yang bapak Kepala Desa dan Sekretaris Desa ketahui?
- Apa dan bagaimanakah faktor pendukung dari pemerintahan desa untuk usaha industri kerajinan kayu Kajeng Handycraft yang bapak Kepala Desa dan Sekretaris Desa ketahui?
- Apa bentuk dukungan yang diberikan oleh pemerintah desa kepada Kajeng Handycraft?
- Apa harapan bapak sebagai pemerintah desa terhadap Kajeng Handycraft?
- Apa dampak positif bagi pemerintah desa dengan adanya Kajeng Handycraft?
- Apa dampak positif bagi masyarakat desa dengan adanya Kajeng Handycraft?
- Apa ada dampak negatif dengan adanya Kajeng Handycraft?, bagaimana mengatasi dampak negatif tersebut?
- Adakah bekas karyawan Kajeng Handycraft yang berhasil berkembang menjadi pekerja mandiri/pengusaha industri kayu seperti Kajeng Handycraft?, apa, siapa, dimana, berpa karaywannya, dan lama berdirinya?
PEDOMAN WAWANCARA
SUBJEK:
KARYAWAN KAJENG HANDYCRAFT
Tanggal :..................................................................................................
Waktu
:..................................................................................................
Tempat
:.................................................................................................
A. Identitas Subyek
2. Alamat :.......................................................................................
3. Umur :.........................................................................................
4. Pendidikan :.................................................................................
5. Jenis Kelamin :............................................................................
6. Lama menjadi karyawan :..........................................................
7. Kerja di bagian :.........................................................................
B. Pertanyaan:
1. Mengapa bapak/ibu/sdr/i memilih kerja di Kajeng Handycraft?
2. Jam kerja di Kajeng Handycraft dari jam berapa sampai jam berapa?
3. Jarak ruman bapak/ibu/sdr/i ke Kajeng Handycraft berapa km?
4. Suami/istri bapak/ibu/sdr kerja dimana?
5. Pendidikan suami/istri bapak/ibu/sdr tamat apa?
6. Berapa usia suami/istri bapak/ibu/sdr?
7. Bagaimana sistem pemberian gaji bapak/ibu/sdr di Kajeng Handycraft, mingguan atau bulanan?, jika boleh tau berapa pendapatan/gaji bapak/ibu/sdr sebagai karyawan Kajeng Handycraft?
8. Apakah bapak/ibu/sdr mempunyai pekerjaan sampingan, jika boleh tau berapa gaji pekerjaan sampingan bapak/ibu/sdr?
9.
Berapa pengeluaran bapak/ibu/sdr per bulan?
a.
Makan/Minum? Rp......................
b.
Listrik? Rp...................................
c.
Transportasi? Rp..........................
d.
Telepon? Rp.................................
e.
Kebutuhan sosial? Rp...................
f.
Pendidikan anak? Rp....................
TOTAL Rp.....................................
10. Menurut bapak/ibu/sdr sebagai karyawan, apa sajakah yang bapak/ibu/sdr dapatkan selama bekerja pada perusahaan ini terkait pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan olehKajeng Handycraft?
11. Menurut bapak/ibu/sdr sebagai karyawan, bagaimanakah bentuk pemberdayaan masyarakat yang bapak/ibu/sdr rasakan selama bekerja diKajeng Handycraft?.
12. Apakah bapak/ibu/sdr mempunyai kartu BPJS?, kemudian yang membayar pekerja atau perusahaan?
13. Jika bapak/ibu/sdr dan atau anggota keluarga bapak/ibu/sdr sakit, apakah perusahaan juga ikut menanggung dengan kartu BPJS?, bagiamana bantuan dari perusahaan?
14. Menurut bapak/ibu/sdr sebagai karyawan, apa dan bagaimanakah faktor penghambat dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft yang bapak/ibu/sdr ketahui?
15. Menurut bapak/ibu/sdr, apa saja kendala dalam pengembangan perusahaan industri Kajeng Handycraft ini?
16. Menurut bapak/ibu/sdr sebagai karyawan, apa dan bagaimanakah faktor pendukung
dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan olehKajeng Handycraft yang bapak/ibu/sdr ketahui?
17. Menurut bapak/ibu/sdr, apa saja faktor pendukung berkembangnya industri Kajeng Handycraft baik dari aspek internal maupun aspek eksternal?
"Maaf Dokumentasi dan hasil penelitian lainya belum di masukan Terimakasih"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar