“Dalam
Menentukan Nasip Masa Depan Generasi Ke Generasi Untuk Pemberdayaan
Masyarakat Desa Sesuai Dengan Harapan dan Cita-citanya”
Yogyakarta,22/01/2018
Oleh : Peus W. Urwan |
Lurah Desa Panggungharjo Kabupaten Bantul
dan salah satu Mahasiswa
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa STPMD"APMD" Yogyakarta
Bertemu di kantornya untuk melakukan wawancara dengan tujuan penelitian
Skripsi Tahun Akademik 2017/2018
Terus
menggaali dan menemukan hasil adalah kegiatan rutin dalam
pemberdayaan masyarakat serangkaian kegiatan untuk memperkuat
kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk
individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Pemberdayaan
masyarakat sebagai suatu pemikiran yang tidak dapat dilepaskan dari
paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat.
Setiap warga upaya dalam pemberdayaan arus diarahkan
pada penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan masyarakat untuk
menikmati kehidupan yang jauh lebih baik. Pemberdayaan senantiasa
mempunyai dua pengertian yang saling terkait menurut (Murniati,
2008:8).
Masyarakat
yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan
pihak yang menaruh keperdulian sebagai pihak yang memberdayakan.
Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan
dan lemah pengetahuan serta penghasilannya, sehingga mereka memiliki
kekuatan yang sama atau kemampuan
diri dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki
kebebasaan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan
pendapat, malainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas
dari kesakitan, menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan
mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang
dan jasa-jasa yang mereka perlukan, dan berpartisipan dalam proses
pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi
mereka (Suharto, 2014:58).
Hasil yang menunjukan pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial
yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang
bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan
diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan
tugas-tugas kehidupannya.
Salah
satu pemberdayaan masyarakat melalui ekonomi adalah Usaha
Kecil Menengah (UKM) atau Badan Usaha Menengah (BUMK) dan
pada dasarnya Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) kecil
dan menengah. Ekonomi merupakan sumberdaya ekonomi masyarakat yang
diyakini dapat menjawab tantangan permasalahan dasar ekonomi dalam
jangka pendek dan menengah rendahnya pertumbuhan ekonomi rendahnya
daya saing, Indonesia, 2008:2).
Ekonomi
secara umum memiliki 5 (lima) permasalahan utama yang menjadi pokok
perhatian dan rencana pengembangan untuk pencapaian 2025-2030,
yaitu kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku
dalam industri kreatif, iklim kondusif untuk
memulai dan menjalankan usaha di industri kreatif, penghargaan
terhadap karya kreatif yang dihasilkan, percepatan pertumbuhan
teknologi informasi dan komunikasi, lembaga pembiayaan yang mendukung
industri kreatif (Pangestu dalam Zahara dan Darman,
2015:372).
Oleh
karena itu, pengembangan industri kecil perlu mendapatkan
perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar
dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya.
Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi
tumbuh dan berkembangnya industri kecil. Pengembangan industri kecil
melalui pendekatan pemberdayaan usaha, perlu memperhatikan aspek
sosial dan budaya di masing-masing daerah, mengingat usaha kecil pada
umumnya tumbuh dari masyarakat secara langsung. Pemerintah perlu
meningkatkan perannya dalam memberdayakan industri kecil di samping
mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara
pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusianya (SDM) (Jhingan, 2004:426).
Hal
yang mendukung terkait partisipasi masyarakat dalam julmah
desa di Indonesia adalah
peralatan produksi yang dimiliki yang cukup
memadai.Namun yang menjadi permasalahan
atau kendalanya adalah karyawannya belum memiliki pengetahuan dan
kemampuan pada khususnya desa yang paling
timur barat laut yaitu Provinsi Papua dan Provini Papua Barat, yang
kurang menemukan pengetahuan yang handal dan kualitas yang
berkualitas dalam pemberdayan dari berbagi bidang swadaya
masyarakat. Hal ini menyebabkan proses membutuhkan waktu
yang lebih lama. Selain itu hasil dari yang dimiliki yang harus lebih
lanjut.
Kemampuan masyarakat juga
sangat kurang, sehingga sangat mengharapkan dimana posisi dalam
gerakan pemberdayaan maupun pengengbangan masyarakat maju
mundur sehingga sangat efisien dijalani oleh kelompok
masyarakat diawali dengan cara
diperlakukan dengan proses perkoumpulan-perkumpulan
masyarakat. Setelah itu dilanjutkan dengan selanjutnya agar kelihatan
menarik dan memiliki daya saing yang kompetitif yang dihasilkan
antara lain; berbagai berguna bagi perkembangan awal bahkan dengan
cukup yang dihasilkan sehingga diperlukan bimbingan atau pelatihan
dalam pemberdayaan masyarakat desa mampu
kendala
dalam pengembangan partisipasi masyarakat sebagai wujud dari
pemberdayaan masyarakat memerlukan dan manajemen usaha,
memerlukan peningkatan motivasi kerja yang sebagian besar masyarakat
desa setempat, belum memiliki kemampuan.
Lurah Desa Panggungharjo Kabupaten Bantul
dan salah satu Mahasiswa
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa STPMD"APMD" Yogyakarta
Pemberdayaan
dalam arti sempit yang berkaitan dengan sistem pengajaran antara lain
dikemukakan dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi
otoritas ke pihak lain, sedangkan, dalam upaya untuk memberikan
kemampuan atau keberdayaan dalam Pemberdayaan
sebagai pemberian atau peningkatan kekuasaan kepada masyarakat yang
lemah atau tidak beruntung pemberdayaan masyarakat berarti memberikan
kebebasan kepada masyarakat untuk berkreasi melalui keterampilan yang
dimiliki dalam menciptakan sesuatu yang dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan hidupnya masyarakat.
Selanjutnya, menurut
(Soeharto (dalam Firmansyah,
2012:2) menjelaskan hasil akhir proses pemberdayaan
adalah suatu keberdayaan. Adapun parameter keberdayaan adalah sebagai
berikut:
- Tingkat kesadaran dan keinginan untuk berubah (power to);
- Tingkat kemampuan meningkatkan kapasitas untuk memperoleh akses (power within);
- Tingkat kemampuan menghadapi hambatan
- Tingkat kemampuan kerjasama dan solidaritas (power with).
- Keempat parameter tersebut berkaitan erat dengan adanya perubahan pola pikir, budaya, dan kebiasaan.
- Dengan demikian, dibutuhkan waktu yang relatif lama (5-6 tahun) untuk mencapai suatu keberdayaan, mengingat merubah budaya dan kebiasaan hidup masyarakat adalah bukan hal yang mudah (Pangesti, 2012:3). Sedangkan proses pemberdayaan dalam konteks aktualisasi diri berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan. Seseorang tokoh pendidikan Paulo Freire, berpendapat bahwa pendidikan seharusnya dapat memberdayakan dan membebaskan para peserta didiknya, karena dapat mendengarkan suara dari peserta didik. Hal yang dimaksud suara adalah segala asprasi maupun segala potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut (Murniati, 2008:1 Pranaka dan Moeljanto (dalam Firmansyah, 2012:4) menjelaskan konsep pemberdayaan (empowerment) dilihat dari perkembangan konsep dan pengertian yang disajikan dalam beberapa catatan kepustakaan, dan penerapannya dalam kehidupan masyrakat.
Pemahaman
konsep dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis
dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat.
Perlu upaya mengaktualisasikan konsep pemberdayaan tersebut
sesuai dengan alam pikiran dan kebudayaan Indonesia.
Namun empowerment hanya
akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dan
fungsi dari kebudayaan, baliknya menjadi hal yang destruktif bagi
proses aktualisasi dan koaktualisasi aksestensi
manusia (Murniati,
2008:21).
Pada
intinya pemberdayaan adalah membantu klien untuk memperoleh daya
untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan
terkait dengan diri mereka termasuk mengurangi hambatan pribadi dan
sosial. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan rasa
percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki antara lain dengan
transfer daya dari lingkungannya (Onny dan Pranaka,
1996:2-8).
Terjadinya
keberdayaan pada empat aspek tersebut (afektif, kognitif dan
psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya
kemandirian masyarakat yang dicita-citakan, dalam masyarakat akan
terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan
kecakapan-keterampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan
pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhan tersebut (Sulistiyani,
2004:79).
Menurut
Sumodingningrat (2004:41) pemberdayaan tidak bersifat selamanya,
melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian
dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi.
Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu
masa proses belajar, hingga mencapai status, mandiri. Meskipun
demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan
pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus
supaya tidak mengalami kemunduran lagi.
Sebagaimana
disampaikan di muka bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan
akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui
adalah (Sumodingningrat, 2004:41):
- Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
- Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
- Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mehantarkan pada kemandirian.
Perlu
dipikirkan siapa yang sesungguhnya menjadi sasaran pemberdayaan.
Schumacher memiliki pandangan pemberdayaan sebagai suatu bagian dari
masyarakat miskin dengan tidak harus menghilangkan ketimpangan
struktural lebih dahulu. Masyarakat miskin sesungguhnya juga memiliki
daya untuk membangun, dengan demikian memberikan “kail jauh lebih
tepat daripada memberikan ikan (Sumodingningrat, 2004:47).
Akibat
dari pemahaman hakikat pemberdayaan yang berbeda-beda, maka lahirlah
dua sudut pandang yang bersifat kontradiktif, kedua sudut pandang
tersebut memberikan implikasi atas pendekatan yang berbeda pula di
dalam melakukan langkah pemberdayaan masyarakat. Pendekatan yang
pertama memahami pemberdayaan sebagai suatu sudut pandang
konfliktual. Munculnya cara pandang tersebut didasarkan pada
perspektif konflik antara pihak yang memiliki daya atau kekuatan di
satu sisi, yang berhadapan dengan pihak yang lemah di sisi lainya.
Pendapat ini diwarnai oleh pemahaman bahwa kedua pihak yang
berhadapan tersebut sebagai suatu fenomena kompetisi untuk
mendapatkan daya, yaitu pihak yang kuat berhadapan dengan kelompok
lemah.
Penuturan
yang lebih simpel dapat disampaikan, bahwa proses pemberian daya
kepada kelompok lemah berakibat pada berkurangnya daya kelompok lain.
Sudut ini lebih di pandang popular dengan istilah zero-sum. Pandangan
kedua bertentangan dengan pandangan pertama. Jika pada pihak yang
berkuasa, maka sudut pandang kedua berpegang pada prinsip sebaliknya,
maka terjadi proses pemberdayaan dari yang berkuasa/berdaya kepada
pihak yang lemah justru akan memperkuat daya pihak pertama. Dengan
demikian kekhawatiran yang terjadi pada sudut pandang kedua. Pemberi
daya akan memperoleh manfaat positif berupa peningkatan daya apabila
melakukan proses pemberdayaan terhadap pihak yang lemah. Oleh karena
itu keyakinan yang dimiliki oleh sudut pandang ini adanya penekanan
aspek generatif. Sudut pandang.
Berdasarkan
pendapat beberapa aspek pemberdayaan diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa BUMDes adalah
kegiatan ekonomi rakyat yang di
dalamnya terdapat kegiatan dengan menggunakan sarana untuk
merubah dalam perubahan sosial, yang
juga sesuatu yang tidak berguna menjadi barang yang
memiliki kegunaan atau nilai-nilai sosial yang
lebih tinggi dapat membantu memenuhi atau melayani kebutuhan sosial.
Dalam hal ini Salah satu pemberdayaan
masyarakat melalui ekonomi rakyat yaitu, Usaha Kecil Menengah (UKM)
atau Badan Usaha Menengah (BUMK) dan pada umumnya Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes) kecil dan menengah. Ekonomi merupakan sumberdaya
ekonomi masyarakat yang diyakini dapat menjawab tantangan
permasalahan dasar ekonomi dalam jangka pendek dan menengah rendahnya
pertumbuhan ekonomi masyarakat di lingkungan pemerintahan desa dan
lain sebagainya.
Lurah Desa Panggungharjo Kabupaten Bantul
dan salah satu Mahasiswa
Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa STPMD"APMD" Yogyakarta
Daerah Isti Mewa Yogyakarta (DIY)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar