BERITABUANA.CO, JAKARTA–
Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu mengaku kecewa menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), karena perlakuan hukum yang tebang pilih.
Demikian diungkapkan Barnabas usai mengikuti sidang putusan ditolaknya uji materiil Undang-undang Pemasyarakatan, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11).
“Saya sebagai orang Papua menyesal ikut bergabung ke NKRI. Di pengadilan saya juga tidak terbukti satu sen pun korupsi. Tapi saya masih didzolimi. Jadi saya menyesal (Jadi WNI).Tulis itu ya,” katanya saat menanggapi putusan majelis hakim MK yang menolak gugatan uji materiil UU Pemasyarakatan tersebut.
Menurut Barnabas, putusan majelis hakim itu tidak memiliki rasa keadilan dan bertentangan dengan nilai – nilai Pancasila.
“Kami sangat kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, walaupun keputusan itu harus kami hormati. Tapi ini justru bertentangan dengan konstitusi itu sendiri. Karena putusannya bermakna memperkuat kelakukan yang diskriminatif terhadap warga binaan,” kata Barnabas menandaskan.
Sebagai warga binaan, lanjut Barnabas, pengajuan uji materiil tersebut dilakukan sebagai upaya mencari keadilan dalam hal mendapatkan hak remisi.
“Kami ingin MK menilai permohonan UU Nomor 12 tahun 2015 tidak boleh mempunyai perlakuan yang diskriminatif. Tapi kenyataannya, putusan hakim justru memperkuat perlakuan diskriminatif,” tandasnya.
Seperti diketahui, sejumlah terpidana tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, sebelumnya mengajukan permohonan uji materi UU Pemasyarakatan di Mahkamah Konstitusi.
Mereka berpendapat bahwa terjadi diskriminasi dalam menerapkan pemberian remisi bagi warga binaan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Karena itu mereka mengajukan uji materiil atas pelaksanaan UU Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan nilai HAM.
“Jadi, kami meyakini bahwa hak kodrat terhadap narapidana yang merupakan terpidana yang semua telah mendapat vonis serta memenuhi The Standard Minimum Rules for The Treatment of Prioner maka hak remisi tersebut adalah universal,” kata kuasa hukum pemohon, Rullyandi.
Dia juga menyebutkan, bahwa keberadaan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan adalah multitafsir.
Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan menyatakan “Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)”.
Pihaknya menilai dalam pelaksanaannya, hal yang dibunyikan pada pasal tersebut tidak diberikan kepada para pemohon.
Untuk itu, para pemohon melalui petitum-nya meminta MK untuk menyatakan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon dalam perkara uji materi ini dintaranya adalah; mantan menteri agama Suryadharma Ali, advokat Otto Cornelis Kaligis, mantan ketua DPD Irman Gusman, mantan gubernur Papua Periode 2009-2014 Barnabas Suebu, dan mantan sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno. (isa)
Add captio |
Mantan Gubernur Papua, Barnabas Suebu mengaku kecewa menjadi Warga Negara Indonesia (WNI), karena perlakuan hukum yang tebang pilih.
Demikian diungkapkan Barnabas usai mengikuti sidang putusan ditolaknya uji materiil Undang-undang Pemasyarakatan, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11).
“Saya sebagai orang Papua menyesal ikut bergabung ke NKRI. Di pengadilan saya juga tidak terbukti satu sen pun korupsi. Tapi saya masih didzolimi. Jadi saya menyesal (Jadi WNI).Tulis itu ya,” katanya saat menanggapi putusan majelis hakim MK yang menolak gugatan uji materiil UU Pemasyarakatan tersebut.
Menurut Barnabas, putusan majelis hakim itu tidak memiliki rasa keadilan dan bertentangan dengan nilai – nilai Pancasila.
“Kami sangat kecewa dengan keputusan Mahkamah Konstitusi, walaupun keputusan itu harus kami hormati. Tapi ini justru bertentangan dengan konstitusi itu sendiri. Karena putusannya bermakna memperkuat kelakukan yang diskriminatif terhadap warga binaan,” kata Barnabas menandaskan.
Sebagai warga binaan, lanjut Barnabas, pengajuan uji materiil tersebut dilakukan sebagai upaya mencari keadilan dalam hal mendapatkan hak remisi.
“Kami ingin MK menilai permohonan UU Nomor 12 tahun 2015 tidak boleh mempunyai perlakuan yang diskriminatif. Tapi kenyataannya, putusan hakim justru memperkuat perlakuan diskriminatif,” tandasnya.
Seperti diketahui, sejumlah terpidana tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, sebelumnya mengajukan permohonan uji materi UU Pemasyarakatan di Mahkamah Konstitusi.
Mereka berpendapat bahwa terjadi diskriminasi dalam menerapkan pemberian remisi bagi warga binaan terhadap kasus tindak pidana korupsi. Karena itu mereka mengajukan uji materiil atas pelaksanaan UU Pemasyarakatan yang tidak sesuai dengan nilai HAM.
“Jadi, kami meyakini bahwa hak kodrat terhadap narapidana yang merupakan terpidana yang semua telah mendapat vonis serta memenuhi The Standard Minimum Rules for The Treatment of Prioner maka hak remisi tersebut adalah universal,” kata kuasa hukum pemohon, Rullyandi.
Dia juga menyebutkan, bahwa keberadaan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan adalah multitafsir.
Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan menyatakan “Narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)”.
Pihaknya menilai dalam pelaksanaannya, hal yang dibunyikan pada pasal tersebut tidak diberikan kepada para pemohon.
Untuk itu, para pemohon melalui petitum-nya meminta MK untuk menyatakan Pasal 14 ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan bertentangan dengan UUD 1945.
Pemohon dalam perkara uji materi ini dintaranya adalah; mantan menteri agama Suryadharma Ali, advokat Otto Cornelis Kaligis, mantan ketua DPD Irman Gusman, mantan gubernur Papua Periode 2009-2014 Barnabas Suebu, dan mantan sekjen Kementerian ESDM Waryono Karno. (isa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar